Selasa, 11 Januari 2011

SATYA DAN TEPASARIRA


Genta sebagai lambang Agama Khonghucu, seringkali dihiasi dengan kata satya dan tepasarira, yang mana adalah intisari dari ajaran Nabi Kong Zi.
Hal tersebut dapat diketahui dari percakapan Nabi Kong Zi kepada para murid-muridnya. Nabi bersabda: Can, ketahuilah Jalan Suciku itu satu, tetapi menembusi semuanya. Zeng Zi pun menjawab, “Benar, Guru”. Setelah Nabi berlalu, murid-murid lain bertanya, ”Apakah maksud kata-kata tadi?” Zeng Zi pun menjawab: Jalan Suci Guru itu tidak lebih dan tidak kurang ialah satya dan tepasarira (Kitab Sabda Suci jilid IV ayat 15).
Ajaran satya dan tepasarira disebut oleh Nabi Kong Zi sebagai Jalan Suci yang satu menembusi semuanya, karena ajaran ini: Zhong yaitu mengatur hubungan vertikal manusia kepada Tuhan Khaliknya, Sang Pencipta alam dan seisinya. Oleh karena itu manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan, wajib satya kepada Tuhan dengan sepenuh iman yakin dan percaya kepada Tuhan, tegakkan Firman Tuhan, dan gemilangkan kebajikan yang bercahaya. Shu yaitu hubungan yang horisontal dengan alam, segenap mahluk termasuk pula manusia. Oleh karena itu perlu sikap tepasarira kepada sesama manusia selaku mahluk sosial yang hidup dalam lingkungan, termasuk pula berbangsa dan bernegara.
Untuk berlaku satya terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan melaksanakan Firman-Nya, menggemilangkan kebajikan yang bercahaya daripada-Nya, kita beroleh berkah dan karunia dalam menjalani hidup ini dan berlaku tepasarira dalam pergaulan dan tingkah laku sehari-hari, saling kerjasama, saling bantu-membantu dalam lingkungan masyarakat. “Ada karunia pemberian Tuhan dan ada karunia pemberian manusia. Cinta kasih, kebenaran, satya, dapat dipercaya, dan gemar akan kebaikan dengan tidak merasa jemu, itulah karunia pemberian Tuhan. Sedangkan kedudukan pangeran, menteri dan pembesar itulah karunia pemberian manusia. Orang jaman dahulu membina karunia pemberian Tuhan, kemudian memperoleh karunia pemberian manusia. Orang jaman sekarang membina karunia pemberian Tuhan untuk mendapatkan karunia pemberian manusia. Setelah memperoleh karunia pemberian manusia, lalu dibuanglah karunia pemberian Tuhan. Sungguh tersesatlah jalan pikirannya, karena akhirnya ia akan kehilangan semua (Kitab Meng Zi jilid VI A ayat 16).
Manusia hidup di dunia wajib satya kepada Tuhan dan tepasarira kepada sesama dengan menjalankan Firman Tuhan dan kembangkan benih-benih kebajikan yang ada pada setiap insan, yang mana sesungguhnya adalah Karunia Tuhan kepada setiap manusia. Maka seseorang yang memiliki kebajikan besar niscaya mendapat kedudukan, mendapat berkah, mendapat nama/prestasi, dan dikarunia panjang usia. Demikianlah Tuhan menjadikan segenap wujud masing-masing selalu dibantu sesuai sifatnya. Kepada pohon yang semi bertunas dibantu tumbuh, sementara kepada yang condong dibantu roboh (Kitab Tengah Sempurna bab XVI ayat 2, 3).
Kalau memeriksa diri ternyata penuh iman, sesungguhnya tiada kebahagiaan yang lebih besar daripada kejadian yang menyenangkan apapun di dunia ini, sebab berbagai kejadian adalah awal bahagia ataupun awal malapetaka. Semua tergantung pada sikap dan perbuatan. suka duka datang silih berganti. Kadang kala kita sampai lupa diri karena dikuasai oleh nafsu-nafsu, berbagai godaan yang timbul dari luar juga memberikan pengaruh buruk apabila kita ingkar dari Jalan Suci. Apa yang kita anggap baik belum tentu dapat ditrima oleh orang lain. Belum tentu orang lain juga mengganggap baik, apalagi ukuran benar dan salah sungguh merupakan hal yang amat sulit untuk ditentukan. Maka perlu pertimbangan dengan seksama. Sebagaimana murid Nabi Kong Zi yang bernama Zi Gong suatu hari bertanya kepada Nabi Kong Zi: “Adakah satu kata yang boleh menjadi pedoman sepanjang hidup?” Nabi bersabda itulah tepa sarira. Apa yang diri sendiri tidak kehendaki, janganlah perlakukan kepada orang lain (Kitab Sabda Suci jilid XV ayat 24). Untuk terlaksana hubungan yang harmonis satu sama lain maka manusia wajib tepasarira, dengan demikian ketentraman bermasyarakat akan terpelihara
Adanya hidup manusia tidak lepas daripada alam dan lingkungan yang menjadi pendukung kehidupannya. Oleh karena itu manusia wajib menyayangi dan memiliki rasa tanggung jawab untuk melestarikan alam selaku lingkungan hidup. Untuk melaksanakan semua itu wajib berpegang pada prinsip satya dan tepasarira. Satya pada Tuhan dan tepasarira kepada sesama manusia dan lingkungan alam semesta.

S e l e s a i

SALAM UMAT KHONGHUCU


Mimbar Agama Khonghucu
Umat Agama Khonghucu saat menyampaikan salam, ataupun hormat dengan sikap Bai (tangan dikepal di dada) sambil mengucapkan kata-kata Wei De Dong Tian (Hanya kebajikan Tuhan berkenan). Sedangkan pihak penerima salam/hormat membalas juga dengan sikap Bai disertai kata-kata Xian You Yi De (Sungguh miliki yang satu itu kebajikan).
Sikap Bai yaitu sikap tangan kanan dikepal dan ditutup oleh telapak tangan kiri, kedua ibu jari dipertemukan, yang mana mengandung makna manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa dengan perantara ayah dan ibu, dan manusia wajib menjalankan delapan kebajikan, yaitu Xiao (berbakti), Ti (rendah hati), Zhong (satya), Xin (dapat dipercaya), Li (susila), Yi (junjung kebenaran), Lian (suci hati), dan Chi (tahu malu).
Sikap Bai terbagi atas empat tingkatan, yaitu:
1.     Gong Shou, yaitu genggaman tangan di dada/ulu hati, digerakkan sedikit. Sikap ini dipergunakan untuk membalas salam/hormat dari yang lebih muda usianya.
2.     Bai, yaitu genggaman tangan dari ulu hati diangkat naik sampai daerah antara mulut dan hidung. Sikap tersebut untuk memberi salam ataupun membalas hormat kepada yang sebaya ataupun kedudukan setingkat.
3.     Yi, yaitu genggaman tangan mula-mula diletakkan di bawah pusar lalu diangkat naik sampai daerah antara kedua mata. Sikap tersebut untuk memberi salam atau hormat kepada yang lebih tua ataupun kedudukan lebih tinggi.
4.     Ding Li, yaitu genggaman tangan mula-mula diletakkan di bawah pusar lalu diangkat sampai ubun-ubun atau di atas kepala. Sikap tersebut khusus untuk upacara sembahyang kepada Tuhan Yang Maha Esa, Nabi, ataupun para Arwah Suci.
Sikap Bai adalah cara menyampaikan hormat atau memberi salam yang penuh dengan makna ketulusan, yang mana jauh lebih mendalam daripada sekedar menganggukkan kepala. Untuk sesama cukup dilakukan satu kali, yang mana mencakup pengertian Yi Xin Cheng Jing (Sepenuh iman menaikkan hormat). Bila dilakukan dua kali atau empat kali berturut-turut mengandung pengertian terjalinnya hubungan lahiriah atau rohaniah, antara dunia yang fana dan alam baka. Ini dilakukan saat menyampaikan penghormatan ke hadapan jenazah atau leluhur. Sedangkan Ding Li dilakukan sebanyak tiga kali.
Kata-kata Wei De Dong Tian (Hanya kebajikan Tuhan berkenan) yang diucapkan mengandung makna ketulusan yang mendalam. Berasal dari Jaman Raja Yu Shun (tahun 2255 – 2205 SM). Berasal dari saat kejadian Yu Agung sebelum naik tahta sebagai raja, ketika masih menjabat sebagai menteri dari Raja Yu Shun, mengemban tugas untuk menaklukkan Suku Miao, maka Yu Agung pun mengumpulkan para pangeran dan pembesar kerajaan dan membuat maklumat di hadapan seluruh bala tentara, “Hadirin semua, dengarlah baik-baik perintahku. Sungguh bodoh pemimpin orang-orang Miao itu, jahil, sesat, tidak ada rasa hormat, keji kepada orang lain, sombong, menganggap diri sendiri paling pandai, melanggar jalan suci, dan merusak kebajikan. Para Susilawan tersingkir ke hutan dan hanya orang-orang rendah budi menduduki jabatan. Rakyatnya menyingkir dan tidak terlindungi. Tuhan Yang Maha Esa menurunkan bencana atasnya. Atas hal inilah aku mengumpulkan para kesatria, guna melaksanakan perintah Baginda menghukum kejahatan. Majulah dengan hati dan kekuatan yang bersatu, maka kita capai kemenangan”. Ketika itu datanglah Nabi Yi membantu dan berkata, “Hanya kebajikan Tuhan berkenan (Wei De Dong Tian). Tiada jarak jauh yang tidak terjangkau. Kesombongan mengundang rugi dan kerendahan hati menerima berkah. Demikianlah senantiasa jalan suci Tuhan” (Kitab Hikayat Jilid II Bagian II ayat 21).
Kata-kata Xian You Yi De (Sungguh miliki yang satu itu kebajikan) berasal dari Nabi Yi Yin yang merupakan wali dan pembimbing Raja Tai Jia (tahun 1753 – 1720 SM) dari Dinasti Shang (1766 – 1122 SM). Nabi Yi Yin telah mengembalikan pemerintahan kapada yang berdaulat, yaitu Raja Tai Jia dan melapor untuk pulang ke kampung halaman, lalu menyampaikan nasehat tentang kebajikan. Sabdanya, “Sungguh sukar untuk bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Firman-Nya tidak dikaruniakan selamanya. Itu akan lestari bila di dalam kebajikan sehingga terlindung kedudukan itu. Sungguh miliki yang satu itu kebajikan (Xian You Yi De)” (Kitab Hikayat Bagian IV Jilid VI ayat 1 dan 2).
Kata-kata bertuah tersebut hingga kini menjadi salam bagi Umat Khonghucu.

Persatuan Bangsa Capai Damai Di Dunia


Manusia adalah mahluk sosial yang hidup bermasyarakat. Sejak jaman dahulu manusia telah bersatu padu hidup berkelompok, saling bantu-membantu dalam kehidupan sehari-hari, baik mencari nafkah dengan jalan berburu, bercocok tanam, maupun menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan besar seperti membangun jembatan, serta mempertahankan diri terhadap serangan musuh.
Manusia pada dasarnya ingin hidup aman, tentram, damai, sejahtera demi mencapai kebahagiaan. Hal mana sesuai Firman Tuhan, manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan dikaruniai roh dan nyawa yang mendukung dan menjadikannya memiliki kehidupan jasmaniah, seperti juga dimiliki mahluk hidup lain yang bersifat hewani. Oleh karena itu, manusia juga membutuhkan berbagai nafsu, naluri, dan dorongan-dorongan untuk memenuhi kebutuhan hidup jasmaninya, sedangkan roh yang mendukung menjadikan hidup rohaninya tumbuh dan berkembangnya benih-benih kebajikan yang merupakan tugas mulia mengemban Firman Tuhan, menjalani kehidupan sebagai manusia.
Firman Tuhan itulah dinamai watak sejati. Hidup mengikuti watak sejati itulah dinamai menempuh Jalan Suci. Bimbingan untuk menempuh jalan suci itulah dinamai Agama (Kitab Tengah Sempurna Bab Utama Ayat 1). Dari watak sejati tumbuh sifat-sifat luhur, cinta kasih, kesadaran menjunjung tinggi kebenaran, berbuat susila, bertindak bijaksana dan adil, dan dapat dipercaya (Lima Kebajikan Mulia). Sedangkan di bagian nyawa yang mendukung kehidupan jasmani tumbuh dan berkembang berbagai jenis nafsu yang dipresentasikan dalam perasaan gembira, marah, sedih, senang, susah, dan lain-lain yang wajib dikendalikan agar tetap di dalam batas tengah dan harmonis.
Tengah itulah pokok besar daripada dunia, dan keharmonisan itulah cara menempuh Jalan Suci di dunia (Kitab Tengah Sempurna Bab Utama Ayat 4). Bila dapat terselenggara Tengah dan Harmonis, maka kesejahteraan akan meliputi langit (di sana) dan bumi (di sini), segala mahluk dan benda-benda akan terpelihara (Kitab Tengah Sempurna Bab Utama Ayat 5).
Untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup, maka persatuan bangsa hendaknya dapat dipertahankan. Karena bangsa terdiri atas beragam ethnis, suku, ras, agama, golongan, atau kelompok, yang mana memiliki sifat-sifat, kebiasaan, ragam budaya yang berbeda, tetapi semua dapat dirangkum jadi satu, Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetap satu. Dengan sikap bijak kita menganalisa tiap permasalahan yang timbul, guna mencari solusi jalan keluar terbaik, tidak bertindak anarkis, sikap toleransi, saling harga-menghargai dalam hubungan yang harmonis.

Konsep Satya dan Tepa Sarira
Ajaran Nabi Khongcu menegaskan satya pada Tuhan dan tepasarira kepada sesama manusia. Yang benar-benar dapat menyelami hati akan mengenal watak sejatinya, yang mengenal watak sejatinya akan mengenal Tuhan. Jagalah hati, periharalah watak sejati, demikianlah mengabdi kepada Tuhan. Tentang usia pendek atau panjang, jangan bimbangkan, siaplah dengan membina diri, demikianlah menegakkan Firman (Kitab Meng Zi Jilid VIIA ayat 1 )
Kata satya dan tepasarira terukir dalam Genta (Lambang Agama Khonghucu) agar umat Khonghucu selalu iling dan waspada perihal perilaku satya dan tepa sarira. Apa yang diri kita tidak inginkan, janganlah berikan/berbuat terhadap orang lain, penuh tenggang rasa.
Uang kepeng (Pis Bolong) dan Hio (Dupa bergagang) juga dipakai oleh umat lain. Sedangkan capcay, fuyung hai, shio may, lumpia, tahu, taoco, tauge, bukan hanya dinikmati oleh umat Khonghucu saja, melainkan dinikmati oleh kalangan luas, khalayak ramai. Adakah kita merasakan sebagai suatu keanehan? Tentu saja tidak, itulah bukti nyata dari perpaduan yang harmonis.
Banyak bangsa-bangsa lain dari empat penjuru dunia datang ke bumi nusantara, selain menikmati keindahan alam, peninggalan sejarah, juga beragam budaya yang jelas berbeda dari tempat dimana mereka berasal. Kita sebagai tuan rumah menyambut hangat kedatangan mereka, bukan hanya dari segi ekonomi, melainkan dari hati sanubari yang mendalam penuh ketulusan. “Empat penjuru lautan semua adalah saudara”

Adanya korban bencana alam gempa dan tsunami di Mentawai, Meletusnya Gunung Merapi di Yogyakarta, kita juga tergerak memberikan bantuan atas dasar kemanusiaan dilandasi oleh budi yang luhur, dituntun oleh gemilangnya kebajikan yang bercahaya, padahal kita tidak tahu, tidak kenal siapa mereka? Tetapi kita dapat ikut merasakan penderitaan mereka. Lalu bagaimana dengan mereka yang justru memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, melakukan penjarahan ke toko-toko, warung-warung, rumah-rumah, melarikan ternak yang telah ditinggalkan pemiliknya mengungsi? Kita yakin segala perbuatan, amal bakti tentu ada pahala dan hukuman dari Tuhan, itulah perlu kita sadari pentingnya ajaran agama, tidak ada dendam, dengki, atau selalu melihat kesalahan orang lain.

Tiga Program Delapan Pasal
Tiga Program Delapan Pasal adalah inti dari ajaran besar (Kitab Suci Agama Khonghucu) yang berisikan pembinaan diri
§        Menggemilangkan kebajikan yang bercahaya
§        Mengasihi sesama
§        Berhenti pada puncak kebaikan
Selanjutnya diuraikan dalam delapan pasal
§        Meneliti hakekat tiap perkara
§        Cukupkan pengetahuan
§        Meluruskan hati/mengendalikan nafsu
§        Mengimankan tekad
§        Membina diri
§        Membereskan rumah tangga
§        Mengabdi pada negara
§        Capai damai di dunia
Dalam Kitab Sabda Suci Jilid XV ayat 24 tertulis: Salah seorang murid Nabi Khongcu yang bernama Zi Gong bertanya, “Adakah satu kata yang bisa dijadikan pedoman seumur hidup?” Nabi Khongcu bersabda, “Itulah tepasarira. Apa yang diri sendiri tidak inginkan janganlah lakukan kepada orang lain”. Jadi kita tidak melakukan sesuatu yang mungkin saja akan merugikan orang lain, tetapi sesungguhnya yang paling menderita adalah kita sendiri, karena telah ingkar dari watak sejati, mengingkari hati nurani dan penyesalan seumur hidup.

MAHA BESAR TUHAN


Mimbar Agama Khonghucu
Delapan Pengakuan Iman Umat Khonghucu diawali dengan Cheng Xin Huang Tian (Sepenuh iman percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa). Bagaimana iman dan penghayatan Umat Khonghucu terhadap Tian, Tuhan Yang Maha Esa? Kitab Suci Agama Khonghucu memberikan penjelasan Tian atau Shang Di (Sebutan hormat bagi Tuhan) adalah Tuhan Yang Maha Besar, menjadi sumber tempat berasal dan tujuan tempat berpulang bagi semua yang hidup. Tian adalah Maha Besar, Maha Mengetahui, Maha Mencintai segenap ciptaan-Nya, sesuai dengan firman, yang meridhoi kebajikan, dan menghukum kejahatan. Sebutan Tian/Huang Tian adalah sebutan mulia bagi Tuhan Yang Maha Esa, jadi Tian jangan sekedar diterjemahkan dengan kata “langit”. Memang dalam aksara kanji tulisan Tian dalam arti umum dapat pula berarti langit.
 Bagaimana Umat Agama Khonghucu meyakini bahwa Tian itu Maha Besar dan Maha Kuasa? Dalam Kitab Suci Agama Khonghucu baik Si Shu (Empat Kitab Pokok) maupun Wu Jing (Lima Kitab Dasar) banyak mengungkapkan Sabda Nabi, wahyu yang diterima, serta berbagai kejadian luar biasa yang dialami oleh para nabi purba sebagai peletak dasar kepercayaan bagi Umat Khonghucu bahwa Tian Maha Besar dan Maha Kuasa. Semua tulisan yang mengulas kejadian-kejadian lampau adalah saksi-saksi terbaik, yang tulus, dan dapat dipercaya.
Kitab Ajaran Besar bab utama tertulis “Tiap benda memiliki ujung dan pangkal, tiap perkara memiliki awal dan akhir”. Demikian pula alam semesta dengan segenap mahluk dan isinya jelas dan pasti ada yang menjadi awal dan akhir, menjadi mula sebab dan berakhirnya sesuatu.
Dalam kitab Yi Jing I Sabda I tersurat: “Maha Besar Tian, Khalik yang Maha Sempurna, berlaksa benda bermula daripada-Nya”. Semuanya kepada Tian, Tuhan Yang Maha Esa, juga tiap manusia dikaruniai watak sejati yang merupakan manifestasi atau perwujudan firman tuhan atas hidupnya, yang menjadikan manusia memiliki tanggung jawab dan kemampuan mengenal dan mengerti Tian dan melaksanakan segala tugas, tanggung jawab sebagai mahluk ciptaan-Nya.
Bagaimana melakukan penghormatan dan persujudan kepada Tian? Setiap Kelenteng (Tempat pemujaan arwah suci) pasti terdapat sebuah Xiang Lu (Tungku dupa) yang besar, terdapat di bagian paling luar, ditempatkan agak tinggi, tempat menancapkan dupa setelah sembahyang kepada Tian. Demikian pula dalam setiap rumah Umat Agama Khonghucu, di bagian depan/pintu depan juga terdapat tungku dupa yang tentu saja dalam bentuk yang sederhana. Jadi segenap Umat Agama Khonghucu sebelum melakukan penghormatan ke hadapan leluhur, ataupun para arwah suci wajib melakukan penghormatan kepada Tian. Bila menggunakan sarana dupa maka dupa dapat ditancapkan pada tungku dupa yang memang telah tersedia guna penghormatan kepada Tian.
Empat syarat pokok untuk melakukan sujud kehadapan Tian, hendaknya di dalam bathin harus disertai Cheng (Beriman, tulus, dan penuh dengan kesungguhan), Xin (Percaya penuh keyakinan), Zhong (Satya, penuh semangat bakti), dan Jin (Rasa sujud, hormat yang sungguh-sungguh).
Saat terbaik melakukan persujudan ialah saat Zi Shi (antara jam 23.00 s/d jam 01.00) setiap hari. Mengapa ditentukan jam tersebut? Karena menurut sistim perhitungan waktu bagi Umat Khonghucu, tiap hari terbagi atas dua belas patokan waktu. Saat Zi Shi adalah tahap pertama dimulainya hari, perlulah segala sesuatu diawali dengan doa mohon restu dan bimbingan Tian. Demikian pula setiap bulan baru dan bulan purnama juga dilakukan persujudan ke hadirat Tian.
Sedangkan saat untuk melakukan sembahyang besar kepada Tian ialah saat Hari Dong Zhi, malam menjelang Tahun Baru Kongzi Li/Yin Li, dan terutama tanggal 8 malam menjelang tanggal 9 bulan Zheng Yue (Bulan pertama Yin Li) yang dinamai Sembahyang Besar Jing Tian Gong (Tian Gong adalah sebutan hormat bagi Tian/Tuhan, sedangkan Jing berarti rasa sujud, hormat yang sungguh-sungguh). Sembahyang besar tersebut lazim dikenal dengan istilah Sembahyang Tuhan Allah.

KEBERSAMAAN AGUNG


Mimbar Agama Khonghucu
Dahulu kala ketika Nabi Kong Zi menghadiri Upacara Zha (Sembahyang Syukur Tutup Tahun), setelah selesai upacara, Beliau keluar berjalan-jalan diatas teras dekat mimbar, melihat dengan sedih dan menarik napas, karena Negeri Lu sangat memprihatinkan. Salah seorang murid beliau yang bernama Yan Yan yang berada  disamping beliau bertanya, “Mengapa Guru mengeluh?” Nabi Kong Zi bersabda: “Terselenggaranya Jalan Suci Yang Agung dan betapa kejayaan Tiga Dinasti itu, Aku kini belum melihatnya, hanya pikiran selalu mengenangnya. Bila terselenggara Jalan Suci Yang Agung itu, dunia dibawah langit ini di dalam kebersamaan, dipilih orang yang bijak dan mampu, kata-katanya dapat dipercaya, apa yang dibangun, dikerjakan harmonis. Orang tidak hanya kepada orang tua sendiri hormat dan mengasihi sebagai orang tuanya, tidak hanya kepada anak sendiri menyayanginya sebagai anak, menyiapkan bagi yang tua tenteram melewatkan hari tua sampai akhir hayatnya. Bagi yang muda dan sehat memperoleh kesempatan berpahala dan bagi anak-anak serta remaja memperoleh pengasuhan, kepada para janda, duda, yatim-piatu, yang sebatang kara, dan juga yang sakit, semuanya mendapatkan perawatan. Yang pria dewasa memperoleh pekerjaan yang tepat, yang perempuan memiliki rumah tempatnya pulang. Barang-barang berharga tidak dibiarkan tercampak di tanah, tetapi juga tidak untuk disimpan hanya bagi diri sendiri. Orang tidak suka tidak menggunakan tenaga/kemampuannya, tetapi tidak hanya untuk diri sendiri, maka segala upaya yang mementingkan diri sendiri tertekan dan tidak dibiarkan berkembang. Perampok, pencuri, pengacau, dan pengkhianat menghentikan perbuatannya. Maka pintu gerbang luarpun tidak perlu ditutup. Demikianlah dinamai Kebersamaan Agung (Kitab Catatan Kesusilaan Tata Ibadah Jilid VII bagian I ayat 1 dan 2).
Nabi Kong Zi berkesempatan mewujudkan cita-cita yang mulia Kebersamaan Agung bagi penduduk Negeri Lu saat beliau menjabat Menteri Kehakiman dan merangkap jabatan sebagai Perdana Menteri Negeri Lu. Hanya dalam waktu 3 bulan lamanya, Negeri Lu mencapai kemajuan yang luar biasa. Semua berdasarkan ajaran Agama dan Moral Khonghucu, sehingga mampu mewujudkan Kebersamaan Agung.
Sebaliknya Negeri Tetangga Qi menjadi iri dan kuatir, karena Negeri Lu mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi yang pesat, stabilitas politik dan keamanan. Para hakim dan jaksa santai karena tidak ada yang berperkara, penjara kosong tidak berpenghuni. Maka atas prakarsa Li Chu salah seorang Pembesar Negeri Qi, dikirimkan 80 orang penari yang cantik sebagai persembahan kepada Lu Ding Gong, Raja Muda Negeri Lu (tahun 509 – 495 SM). Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 496 SM. Akibatnya Raja Muda Negeri Lu, Lu Ding Gong, dan para pembesar larut dalam pesta pora setiap hari. Bahkan pernah tiga hari berturut-turut sidang di istana ditiadakan dan tidak melakukan sembahyang.
Nabi Kong Zi melihat keadaan yang runyam ini dan menyadari bahwa Kebersamaan Agung yang telah terbina susah untuk dipertahankan, sehingga meninggalkan Negeri Lu mengembara ke empat penjuru negeri menyebarkan ajaran dan mewartakan Firman Tuhan selama 13 tahun lamanya, yang mana banyak pengikut dari empat penjuru negeri. Dengan penuh kerendahan hati Nabi Kong Zi bersabda, “Aku hanya meneruskan, tidak mencipta. Aku sangat menaruh percaya dan suka kepada ajaran dan kitab-kitab yang kuno itu” (Sabda Suci Jilid VII ayat 1).
Guna mewujudkan dan membina Kebersamaan Agung, bagi setiap insan Umat Khonghucu wajib membina diri, sesuai dengan Firman Tuhan dan benih-benih kebajikan yang ada dalam diri tiap insan. Dengan menekuni ajaran agama dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Senantiasa membina hubungan yang harmonis dengan sesama, menghayati di empat penjuru lautan semua manusia adalah saudara.
Sesungguhnya bukanlah hal yang sulit, sebagai contoh, tidak membuang sampah sembarangan, apalagi membuang sampah ke dalam saluran air. Mencegah eksploitasi alam yang berlebihan, penggundulan hutan, yang mana mengakibatkan banjir bandang, tanah longsor, dan bencana bagi masyarakat. Ataupun corat-coret tembok, guna kepentingan individu sampai merusak fasilitas umum, yang kadang-kadang hanya perbuatan iseng, tidaklah berpikir bahwa orang lain juga memerlukannya. Sopan santun dan tertib berlalu lintas, sehingga tidak menimbulkan kemacetan di jalan raya, yang jelas merugikan pengguna jalan termasuk diri sendiri.

JING HAO PENG – SEMBAHYANG REBUTAN


Setiap tahun diakhir bulan VII Imlek, umat Khonghucu mengadakan Upacara Jing Hao Peng – Sembahyang Rebutan. Untuk tahun ini jatuh pada hari Kamis, 17 September 2009.
Secara etimologi, Jing Hao Peng yang terdiri atas kata Jing berarti menghormati, sedangkan Hao Peng atau lengkapnya Hao Peng You artinya sahabat baik, suatu istilah atau sebutan kehormatan bagi para arwah umum. Ritual tersebut lazim disebut King Ho Peng (lafal Hokkian) atau Sembahyang Rebutan yang menjadi sebutan yang populer karena suatu ketika saat usai memanjatkan doa, para arwah merasuki tubuh umat yang bersembahyang serentak memperebutkan sesajian yang ada.
Tuhan menciptakan manusia, menjadikan mahluk hidup yang paling sempurna di dunia, memiliki akal budi, yang mana mampu berpikir, berbicara dan berbudaya, dengan ilmu pengetahuan mengembangkan benih-benih kebajikan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Berbeda dengan mahluk hidup yang lain karena manusia di satu sisi dikaruniai nyawa (Gui) yang mendukung dan menjadikan manusia memiliki hidup jasmaniah seperti yang dimiliki oleh mahluk lain yang bersifat hewani, antara lain nafsu, naluri, dan dorongan-dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup jasmani. Selain itu manusia juga dikaruniai roh (Shen) yang menjadikan semangat dalam menjalani kehidupan rohani sebagai lahan berkembangnya benih-benih kebajikan karunia Tuhan Yang Maha Esa.
Hal tersebut tersurat dalam Kitab Yi Jing bagian He Shu (Kitab Perubahan/Kejadian Alam Semesta). “Dengan menengadah memeriksa kecemerlangan tanah-tanah dilangit, menunduk memeriksa hukum-hukum dan hal-hal yang berkaitan dengan bumi, maka Nabi memahami sebab daripada gelap dan terang, melacak semua asal muasal dan akhir pulangnya, maka dapat dipahami tentang hidup dan mati, betapa sari dan semangat menjadikan benda dan mahluk dan bagaimana mengembaranya arwah menjadikan perubahan”. Demikianlah dapat diketahui bagaimana sifat hakekat daripada Gui Shen (nyawa dan roh).
Jing Hao Peng atau Sembahyang Rebutan memiliki peran dan arti yang berbeda dengan Sembahyang Qi Yue Ban atau Zhong Yuan Jie (Sembahyang pertengahan bulan ke VII, yaitu bulan VII tanggal 15 Imlek), yang mana pada hari tersebut dilakukan upacara pada masing-masing keluarga guna menyampaikan penghormatan dan sesajian bagi leluhur masing-masing, dapat dilakukan di masing-masing rumah atau kelenteng keluarga. Sedangkan Jing Hao Peng atau Sembahyang Rebutan yang dilakukan pada hari terakhir bulan VII Imlek lebih ditekankan pada arwah umum. Menurut kepercayaan dan tradisi yang berkembang bahwa tiap tahun bulan ke VII Imlek adalah saat terbukanya pintu neraka.
Para arwah terutama arwah penasaran banyak yang datang ke dunia guna memperoleh bantuan manusia guna meringankan dosa-dosanya sehingga mendapatkan tempat yang layak bagi peristirahatan yang tentram, mencapai hentian mulia, oleh karena itu serangkaian ritual Sembahyang Jing Hao Peng atau Sembahyang Rebutan bertujuan menjauhkan umat manusia dari malapetaka godaan setan, nafsu iblis, tidak menjalin kerjasama atau kolusi dengan arwah gentayangan guna mencapai sesuatu, terutama sesuatu yang diluar kategori akal sehat. Oleh karena itu segala sesajian yang disampaikan, antara lain, nasi tumpeng yang bertuliskan nama marga, simbol bendera, berbagai masakan, buah-buahan, dan aneka kue dan hidangan, disertai dengan niat yang tulus dan penghayatan dapatlah membawakan damai di dunia.
Nabi Kong Zi bersabda: Semangat/Qi itulah perwujudan tentang adanya roh. Kehidupan jasad itulah perwujudan tentang adanya nyawa. Bersatu harmonisnya nyawa dan roh, itulah tujuan pengajaran agama. Semua yang dilahirkan/tumbuh mesti mengalami kematian. Untuk yang mati itu mesti berpulang kepada tanah (bumi) inilah yang berkaitan dengan nyawa. Semangat/Qi itu mengembang naik ke atas, memancar cemerlang diantar semerbak wangi bau dupa, itulah sari beratus benda dan mahluk, inilah kenyataan daripada roh (Kitab Li Ji/Ibadah jilid XXIV ayat 13).
Setelah manusia menunaikan kewajiban hidupnya di dunia, kembali ke haribaan Tuhan, maka roh telah mencapai hentian mulia. Sedangkan bagi arwah penasaran atau roh yang tanpa ahli waris ataupun ditelantarkan oleh keturunannya, maka menjadi kewajiban Umat Khonghucu dalam Ritual Sembahyang Jing Hao Peng untuk menghantar kembali ke alamnya mencapai hentian mulia.

Riwayat Qin Shi Huang 秦始皇


Oleh: Ws. Darmadi Slamet B. Sc.

(Bagian Pertama)
Tembok Raksasa Tiongkok, salah satu dari tujuh keajaiban dunia, dibangun oleh Kaisar Qin Shi Huang 秦始皇 pada tahun 213 SM. Bangunan yang besar, kokoh, dan megah tersebut bertahan hingga kini, dan setiap harinya dikunjungi oleh ratusan ribu wisatawan. Siapakah Qin Shi Huang?
Negeri Qin , semenjak diperintah oleh Raja Muda Qin Zhao Xiang Wang 秦昭襄王 (306 SM – 251 SM), menjadi semakin jaya. Selain mampu menaklukkan suku-suku minoritas di wilayah barat, juga mampu memperluas wilayah kekuasaan ke arah timur dan selatan. Guna menjalin persahabatan dan memperbesar pengaruh dan wilayah kekuasaan, maka usaha diplomatik pun dijalankan dengan mengirimkan cucunya sebagai jaminan di Negeri Zhao .
Cucu Raja Muda Qin adalah putera dari Selir Putra Mahkota An Guo Jun 安国君. Sedangkan Istri Sah Putra Mahkota, Hua Yang Fu Ren 阳夫人, tidak memiliki anak. Anak dari Selir Putra Mahkota tidak memiliki status dan kedudukan, apalagi ibunya telah meninggal dunia, sehingga dijadikan jaminan di Negeri Zhao. Ia tidak memiliki nama, gelar, maupun kehormatan, hanya dengan panggilan Yi Ren 异人(artinya orang asing).
Saat Raja Muda Negeri Qin menyerang wilayah Negeri Zhao, Raja Muda Negeri Zhao, Zhao Xiao Cheng Wang 孝成王 (Tahun 265 SM – 245 SM) menjadi sangat murka. Karena Negeri Qin menghianati kesepakatan damai yang telah terjalin. Maka diperintahkan mengeksekusi, menjatuhkan hukuman pancung, terhadap Yi Ren. Oleh para Pejabat Istana Negeri Zhao dinasehati bahwa Yi Ren bukanlah orang penting, sehingga tidak bermanfaat, apalagi bila eksekusi dijalankan, akan mendatangkan akibat buruk sebagai alasan kuat Negeri Qin untuk menyerbu. Maka oleh Raja Muda Negeri Zhao, Yi Ren diusir dari wisma negara, ditempatkan di wisma umum, dan segala fasilitas tunjangan dihapus, termasuk pula kendaraan dan para pelayan, sehingga ia kemana-mana harus jalan kaki, dan melakukan pekerjaan tugas sehari-hari di wisma umum yang diawasi oleh Pembesar Gong Sun Qian .
Saat itu terdapat Saudagar Muda Lu Bu Wei 呂不, yang ikut ayahnya berdagang berkeliling ke berbagai negeri. Saat berada di Han Dan , suatu hari secara kebetulan berpapasan dengan Yi Ren di jalan, nampak muka yang bersih, kulit halus, walaupun dengan pakaian dan penampilan yang sederhana, tidak hilang aura dan sikap kebangsaannya. Lu Bu Wei jadi penasaran dan bertanya kepada penduduk sekitar, “Siapakah gerangan?” Oleh penduduk sekitar diberitahu bahwa itu adalah Cucu Baginda Raja Muda Qin, sebagai jaminan di Negeri Zhao, yang kini ditempatkan di wisma umum menjalani kehidupan sehari-hari sebagai rakyat jelata.
Lu Bu Wei berpikir dalam hati, inilah barang langka yang berharga, karena sebagai pedagang keliling antar negeri, Lu Bu Wei jelas tahu situasi politik dan ekonomi tiap negeri. Maka ia pun bertanya kepada ayahnya, “Berapa keuntungan yang akan diperoleh bila investasi di bidang pertanian?” Oleh sang ayah dijawab, “Paling-paling sepuluh kali lipat. “Kalau jual beli batu permata?” Dijawab, “Bisa mencapai seratus kali lipat”. “Bagaimana kalau melakukan investasi pada seseorang agar dapat jadi raja yang kelak menguasai dunia?” Ayahnya jadi tertawa dan berkata, “Itulah bagaikan mimpi, tetapi kalau berhasil, maka keuntungannya adalah berjuta-juta kali lipat, tidak dapat diperkirakan”.
Maka Lu Bu Wei pun mulai menjalankan rencana investasi jangka panjang. Ia tidak segan-segan menghamburkan banyak uang guna menjalin persahabatan dengan Pembesar Gong Sun Qian. Setelah akrab, maka ia sering berkunjung ke wisma umum tempat Gong Sun Qian. Saat berjumpa Yi Ren, Lu Bu Wei pura-pura tidak kenal, dan bertanya kepada Gong Sun Qian perihal Yi Ren. Oleh Gong Sun Qian dijelaskan asal-usul riwayat Yi Ren.
Maka suatu ketika, saat ada perjamuan di wisma umum, Lu Bu Wei mengusulkan agar Yi Ren juga diajak ikut serta, karena bukan orang lain. Saat Gong Sun Qian permisi ke belakang, Lu Bu Wei mendekati Yi Ren dan berkata, “Baginda Kakek Raja sekarang sudah tua. Sedangkan Istri Putra Mahkota, Hua Yang Fu Ren, tidak punya anak. Selir-selir Putra Mahkota memiliki anak 20 orang lebih, tetapi tidak ada yang diistimewakan. Mengapa Paduka tidak kembali ke Negeri Qin dan mengabdi kepada Istri Putra Mahkota? Agar kelak memperoleh kesempatan diangkat sebagai Putera Mahkota dan jadi Raja”. Yi Ren dengan haru berkata, “Bagaimana saya dapat berharap yang terlalu tinggi? Sementara saat ini saya menjalani status sebagai seorang buangan atau tawanan di negeri orang. Saya sangat ingin kembali ke Negeri Qin, tetapi bagaimana mungkin saya bisa melepaskan diri?” Lu Bu Wei pun berkata, “Bila Paduka berkenan, maka hamba akan melakukan perjalanan ke Barat (menuju Negeri Qin), untuk melakukan pendekatan kepada Putra Mahkota dan istrinya, agar menyelamatkan Paduka kembali ke Negeri Qin”. Yi Ren pun menjawab dengan terharu, “Bila usaha Tuan membawakan hasil, sehingga kelak saya memperoleh kedudukan, budi luhur Tuan tidak akan saya lupakan. Saya akan membagi kekuasaan Negeri Qin dengan Tuan”. Saat pembicaraan selesai, muncullah Pembesar Gong Sun Qin dari belakang. Dengan penasaran ia bertanya, “Apa saja yang dibicarakan?”, Karena baru kenal kok sudah akrab sekali. Lu Bu Wei pun menjawab bahwa ia ingin mengajak Yi Ren melakukan perdagangan batu permata, tetapi ternyata Yi Ren tidak tahu perihal harga dan kondisi batu permata di Negeri Qin. Pembesar Gong Sun Qian pun tidak menaruh prasangka apa-apa.
Sejak itu, Lu Bu Wei jadi makin sering berkunjung, dan memberikan uang saku 500 tael emas kepada Yi Ren, untuk mentraktir dan mengambil hati para bawahan Gong Sun Qian. Semua jadi senang bagaikan keluarga sendiri. Lu Bu Wei juga mengeluarkan uang untuk membeli permata, barang-barang souvenir, dan sulaman indah, kemudian berangkat ke Negeri Qin.
Pertama-tama yang dituju adalah Kakak Kandung Istri Putra Mahkota (Hua Yang Fu Ren), agar dapat mengantar dan menjumpai Hua Yang Fu Ren, dengan mengaku sebagai utusan Yi Ren yang tertahan di Negeri Zhou, yang sangat merindukan kampung halaman, dan ingin kembali ke Negeri Qin, guna berbakti kepada Putra Mahkota dan Hua Yang Fu Ren, karena ibu kandungnya telah meninggal, dalam hatinya Hua Yang Fu Ren-lah ibu kandungnya. Situasi politik di Negeri Zhao sedang kacau. Raja Muda Negeri Zhao acapkali hendak membunuh Yi Ren, karena Negeri Qin menyerang wilayah Negeri Zhao, untunglah hal ini selalu berhasil dicegah oleh Pembesar dan Pejabat Istana Negeri Zhao.
Kakak Hua Yang Fu Ren jadi penasaran dan bertanya mengapa para pembesar dan pejabat istana banyak yang melindungi Yi Ren. Lu Bu Wei pun tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Diceritakan bahwa Yi Ren adalah seorang putera yang berbakti. Setiap ulang tahun Putra Mahkota dan Istrinya, Hua Yang Fu Ren, tiap bulan baru dan bulan purnama, Yi Ren selalu berpuasa, membersihkan diri, berpakaian lengkap, menghaturkan sesajian ke arah Barat (arah Negeri Qin), menyampaikan doa dan penghormatan, agar orang tuanya memperoleh berkah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Hanya itu yang bisa dilakukan, karena terpisah oleh jarak, tidak dapat melakukan bakti dari jarak dekat. Disamping itu juga rajin belajar, bergaul dengan cendekiawan dan orang bijaksana dari empat penjuru negeri. “Sikap bijak dan berbakti telah tersohor di Negeri Zhao. Dan kali ini mengutus hamba guna menyampaikan persembahan”. Oleh Hua Yang Fu Ren diterima dengan senang hati.
Pada kesempatan berikutnya, Lu Bu Wei pun menjumpai Kakak Hua Yang Fu Ren dan berbincang-bincang bahwa bila kelak Putera Mahkota jadi Raja dan Hua Yang Fu Ren jadi Permaisuri, tetapi kelak tidak dapat jadi Ibu Suri, karena tidak punya anak. “Bila anak Selir yang jadi Putra Mahkota, bukankah kedudukan Hua Yang Fu Ren akan tergeser?” Hal tersebut disampaikan dan Hua Yang Fu Ren jadi tertegun. Maka Putera Mahkota An Guo Jun pun setuju agar Hua Yang Fu Ren mengangkat Yi Ren sebagai putera angkat, dan sekaligus sebagai Calon Putera Mahkota, pengganti An Guo Jun.
Maka An Guo Jun pun mohon kepada Ayahanda Baginda Raja Muda Qin Zhao Xiang Wang agar memanggil pulang puteranya, Yi Ren, dari Negeri Zhao. Tetapi permohonan tidak dikabulkan. Lu Bu Wei pun tidak kehabisan akal dengan melakukan berbagai pendekatan di lingkungan istana, yang mana akhirnya Permaisuri memberikan bingkisan pakaian dan perbekalan, agar Lu Bu Wei dapat mengembalikan Yi Ren ke Negeri Qin. Lu Bu Wei pun kembali ke Negeri Zhao dengan membawa kabar yang menggembirakan, dimana Yi Ren diangkat sebagai Putera Pewaris dan Lu Bu Wei diangkat sebagai Guru Putra Pewaris.
Pada suatu kesempatan, Lu Bu Wei memperoleh seorang penari cantik dari Kota Han Dan, dengan panggilan Zhao Ji 赵姬 (Gadis Negeri Zhao), yang dijadikan selir. Saat Lu Bu Wei mengetahui bahwa Zhao Ji telah hamil 2 bulan, maka disusunlah tipu muslihat dan rencana baru dengan cara menikahkan Zhao Ji dengan Yi Ren. Dengan demikian, Zhao Ji akan melahirkan seorang putera yang kelak akan meneruskan tahta. Maka kekuasaan Keluarga Ying (garis keturunan Raja Muda Negeri Qin) akan berakhir, dan diambil alih oleh Keluarga Lu. Tak sia-sia melakukan pengorbanan besar harta benda.
Maka diaturlah kesempatan dalam suatu perjamuan di rumah tempat kediaman Lu Bu Wei, dengan acara pentas tari-tarian. Pada puncak acara, Lu Bu Wei yang mengundang Pembesar Gong Sun Qian dan Yi Ren memperkenalkan Zhao Ji yang keluar menemui kedua tamu kehormatan. Pertama-tama dilakukan suguhan arak. Ketika menghampiri Yi Ren, Zhao Ji dengan senyuman menawan dan lirikan genit, nampak tersipu-sipu menyapa Yi Ren, kemudian mempersembahkan tarian yang indah, sehingga Yi Ren maupun Pembesar Gong Sun Qian jadi terbelalak berdecak kagum. Apalagi Yi Ren, ia terpaku bagaikan kehilangan sukma. Usai melakukan beberapa tarian, Zhao Ji sekali lagi menghampiri Yi Ren dan menebarkan senyum memikat, mempersembahkan arak, dan pamit ke belakang. Yi Ren pun mengungkapkan isi hati bahwa selama ini hidupnya terlantar dan kesepian di wisma umum, ingin mempersunting Zhao Ji untuk dijadikan istri.
Malam harinya Lu Bu Wei berbicara dengan Zhao Ji, bahwa Cucu Baginda Raja Muda telah jatuh hati kepada Zhao Ji, dan ingin  memperistri Zhao Ji. Zhao Ji dengan kebimbangan menjawab, “Hamba telah serahkan hidup kepada Tuan, apalagi hamba kini telah mengandung 2 bulan. Bagaimana Tuan sampai hati mengorbankan kasih sayang dan darah daging Tuan sendiri?” Lu Bu Wei pun menjawab dengan tenang, “Semua telah saya pertimbangkan. Kalau Anda ikut saya seumur hidup paling-paling ya jadi selir seorang pedagang, sedangkan bila Anda menikah dengan Cucu Baginda Raja Muda yang kelak akan jadi Raja, maka saya harus menyebut Anda dengan Paduka Ibu Permaisuri Yang Agung. Syukur bila anak kita terlahir seorang putera yang kelak jadi Raja, bukankah kita akan jadi orang tua raja, kaya mulia tak terhingga. Bila teringat kisah cinta kita yang mendalam, hal ini tidak boleh terbocor keluar, kelak kita tetap sebagai suami istri”. Zhao Ji pun berkata, “Bila ini telah menjadi keputusan Tuan, bagaimana hamba berani menolak? Hamba akan menuruti kehendak Tuan”.
Yi Ren semenjak memperistri Zhao Ji, hidup bagaikan di surga, setiap hari ditemani oleh istri yang cantik, tidak lagi murung, sedih memikirkan nasibnya. Apalagi sebulan kemudian Zhao Ji mengabarkan bahwa dirinya telah mengandung, Yi Ren makin bahagia. Zhao Ji saat menikah dengan Yi Ren, usia kandungannya telah 2 bulan, 8 bulan kemudian saat kelahiran bayi normal, ternyata tidak ada tanda-tanda akan melahirkan, usia kandungan bertahan hingga 12 bulan. Pada saat Raja Muda Qin Zhao Xiang Wang memerintah tahun ke-48, atau Raja Dinasti Zhou, Zhou Nan Wang 周赧王, memerintah tahun ke-56 (Tahun 259 SM), bulan pertama lahirlah seorang putera yang sehat. Karena lahir pada bulan pertama, yang kelak memegang tampuk pemerintahan, maka diberi nama Zhao Zheng , dengan mengambil marga ibunya, Zhao.
Qin Zhao Xiang Wang pada tahun pemerintahan ke-50 saat Zhao Zheng berusia 3 tahun. Pasukan Qin telah mengurung Ibukota Negeri Zhao, Han Dan. Lu Bu Wei melihat gelagat yang tidak baik, bakal kacau karena adanya peperangan, maka dikeluarkan uang 300 tael emas guna menyogok Penjaga Pintu Kota Selatan. Dengan alasan rindu kampung halaman dan karena keadaan peperangan tidak dapat berdagang, ingin segera pulang kampung. Demikian pula 300 tael emas dipersembahkan kepada Pembesar Gong Sun Qian, agar bantu mengatur dirinya keluar dari Han Dan. Para penjaga telah terima pemberian Lu Bu Wei, semuanya gembira. Lu Bu Wei telah menempatkan Zhao Ji dan puteranya di luar kota. Malam harinya menjamu Gong Sun Qian mengucapkan terima kasih karena besok lusa akan pamit pulang kampung. Hidangan yang lezat dan arak yang harum, disertai suasana yang meriah, membuat Pembesar Gong Sun Qian dan pengikutnya kenyang, mabuk hingga tertidur. Diam-diam Lu Bu Wei telah menyiapkan kereta dengan tiga orang pengikut. Salah satunya adalah Yi Ren yang menyamar sebagai pelayan Lu Bu Wei. Lu Bu Wei keluar Han Dan melalui pintu selatan, sedangkan gerbang barat telah digempur oleh Tentara Qin. Dengan menjemput Zhao Ji dan anaknya, dan ambil jalan memutar, sampailah ke markas Tentara Qin.
Ketika ditangkap Tentara Qin, Lu Bu Wei dengan tenang menjawab bahwa inilah rombongan Cucu Baginda Raja Qin, kemudian diantar ke Xian Yang 咸阳. Putera Mahkota An Guo Jun dan Hua Yang Fu Ren jadi sangat gembira. Maka Yi Ren pun diangkat sebagai Putera Pewaris, dan diberi nama Zi Chu 子楚. Lu Bu Wei selain sebagai Guru Putera Pewaris, juga diangkat sebagai Pembesar Negeri Qin, dan memperoleh tanah sawah 200 petak, rumah besar, dan tunjangan 50 tael emas.
Saat Qin Zhao Xiang Wang pada tahun pemerintahan ke-52 (tahun 255 SM), Pasukan Qin berhasil menyerbu dan menduduki Ibukota Negara Zhou, Luo Yang 雒阳, maka runtuhlah Dinasti Zhou. Selanjutnya Qin yang mengambil alih kekuasaan sebagai Negeri yang paling kuat dan berkuasa.
Empat tahun kemudian, Qin Zhao Xiang Wang pada pemerintahan tahun ke-56 (tahun 251 SM) mangkat, dan Putera Mahkota An Guo Jun naik tahta dengan gelar Qin Xiao Wen Wang 秦孝文王, namun hanya bertahan satu tahun. Seusai melepas masa berkabung, tiga hari kemudian mangkat. Banyak orang mencurigai perbuatan Lu Bu Wei yang telah mengatur siasat atau strategi agar Zi Chu cepat naik tahta.
Dan Zhao Ji pun jadi Permaisuri, Zhao Zheng diangkat sebagai Putera Mahkota. Marganya pun dirubah menjadi Ying Zheng 嬴政. Zi Chu (tadinya disebut Yi Ren) setelah naik tahta bergelar Qin Zhuang Xiang Wang 秦庄襄王. Sesuai dengan janji yang telah diucapkan saat masih berstatus sebagai orang terlantar, Yi Ren, maka Lu Bu Wei pun diangkat sebagai Perdana Menteri. Qin Zhuang Xiang Wang hanya bertahan 3 tahun. Suatu hari raja sakit, maka Lu Bu Wei pun mendekati tabib istana. Raja sakit selama sebulan dan mangkat pada tahun 246 SM.
Puteranya, Ying Zheng, pun naik tahta (tahun 246 SM – 210 SM) pada usia 13 tahun. Selama 9 tahun pertama, pemerintahan dikendalikan oleh Ibu Suri dan Perdana Menteri Lu Bu Wei. Pada tahun pemerintahan ke-10 hingga tahun ke-26 (tahun 238 SM – 221 SM) berhasil mengalahkan dan menguasai keenam negara lain dan mengangkat dirinya sebagai Qin Shi Huang 秦始皇.
Ying Zheng pada tahun pemerintahan ke-9, nampaklah bintang berekor di seluruh Negeri Qin. Oleh ahli diramalkan bakal ada pergolakan politik. Benar juga, karena saat itu Ying Zheng telah berusia 22 tahun dan telah dapat mengambil keputusan dan memimpin. Setelah selesai upacara pengenaan topi dan menerima pedang pusaka, dilanjutkan dengan pesta, saat itulah terdengar kabar perselingkuhan Ibu Suri dengan Lu Bu Wei. Maka selaku Raja yang berkuasa, Ying Zheng diam-diam menyelidiki kebenaran kabar burung tersebut. Setelah cukup bukti, maka Lu Bu Wei pun dicopot dari jabatan Perdana Menteri.
Berita tersebut dengan cepat tersebar ke empat penjuru negeri. Banyak negeri-negeri yang ingin memanfaatkan kepiawaian dari Lu Bu Wei untuk mengatasi Negeri Qin. Hal tersebut meresahkan Ying Zheng. Maka ia pun menurunkan keputusan bahwa Lu Bu Wei dilarang pulang kampung atau pergi kemanapun. Atas jasanya diberikan satu kota, yaitu Kota Pi , untuk melewatkan masa tuanya. Dalam titahnya Ying Zheng menyebutkan, “Apa jasa Anda sehingga diberi kuasa 100.000 keluarga? Apa hubungan darah dan kerabat sehingga anda disebut Bapak Negara? Sesungguhnya Qin telah bermurah hati. Anda tidak insaf, masih menjalankan hubungan dengan utusan negeri asing. Biarlah Anda hidup tua di Kota Pi”.
Lu Bu Wei membaca surat raja jadi amat marah, “Saya telah mengorbankan seluruh harta untuk mengangkat Raja terdahulu, apakah itu kurang berjasa? Permaisuri melayani saya lebih dahulu hingga mengandung, Raja adalah keturunan saya, bagaimana bisa dikatakan tidak ada hubungan darah? Raja sungguh tidak berperasaan”. Kemudian dengan menghela napas panjang berkata, “Saya sebagai seorang putera pedagang, memperoleh keuntungan dari usaha jual-beli. Karena kerakusan ingin mendambakan keuntungan besar, menjalankan siasat licik untuk memperoleh negara, selingkuh dengan istri orang lain, membunuh penguasa, memutuskan tali sembahyang penghormatan kepada leluhur. Tuhan tak akan mengampuni dosa-dosa saya. Sekarang mati pun telah terlambat”. Maka selanjutnya Lu Bu Wei bunuh diri dengan jalan minum arak beracun.


bersambung.........






Riwayat Qin Shi Huang 秦始皇
Oleh: Ws. Darmadi Slamet B. Sc.

(Bagian Kedua)
Setelah Ying Zheng 嬴政 menyingkirkan Lu Bu Wei 呂不, dan Lu Bu Wei bunuh diri, oleh para pengikut yang setia, jenasah Lu Bu Wei dimakamkan di tempat rahasia. Ying Zheng jadi penasaran karena tidak menemukan jasad Lu Bu Wei. Maka Raja bertitah kepada semua pengikut Lu Bu Wei agar dalam waktu 3 hari segera meninggalkan Negeri Qin . Bila masih kedapatan di Negeri Qin, akan dijatuhi hukuman mati. Maka bagi yang merasa ada kaitan dengan Lu Bu Wei akan diam-diam melarikan diri.
Salah seorang pengikut Lu Bu Wei bernama Li Si 李斯. Ia adalah murid dari Xun Zi 荀子 yang terkenal sebagai ahli hukum dan pemerintahan. Ia mengirimkan petisi kepada Raja Ying Zheng yang mengatakan bahwa bila Raja Qin meremehkan kekuatan dan kemampuan para Bijaksana dan mengusir mereka, maka adalah kesalahan dan kerugian besar bagi Negara Qin, karena mereka akan dimanfaatkan oleh negeri lain. Raja Ying Zheng jadi tertarik dan memanggil Li Si. Setelah melalui tatap muka dan perbincangan, maka Li Si diangkat sebagai Perdana Menteri.
Maka Li Si yang tadinya seorang Umat Agama Khonghucu yang brilian, cerdas, dan memiliki kemampuan dan pengetahuan yang luas perihal pemerintahan, sekejap berubah menjadi iblis yang haus kedudukan dan kekuasaan, menghalalkan segala cara guna memperoleh apa yang didambakan (yang justru akhirnya memaksa dirinya untuk bunuh diri).
Atas saran dan pendapat Li Si, maka Raja Ying Zheng dalam waktu 17 tahun (tahun 238 SM – 221 SM), dengan taktik dan tipu muslihat berhasil mengalahkan keenam negeri lain, dan membentuk negara kesatuan, dengan berdirinya Dinasti Qin sebagai imperium pertama di dunia, dengan sistim pemerintahan sentralisasi pada pemerintahan pusat. Menghapuskan sistim hirarki kekuasaan dan feodalisme yang ada, dan diganti dengan sistim sentralisasi dengan membagi wilayah kekuasaan menjadi 36 wilayah distrik, dimana masing-masing wilayah dikepalai gubernur yang tunduk pada sistim pemerintahan pusat.
Selain itu, karena takut posisi dan kedudukannya tersingkir atau digantikan oleh orang lain, maka Li Si pun ingkar dari Jalan Suci dengan membunuh banyak orang. Salah satunya adalah saudara seperguruan yang bernama Han Fei Zi 非子.  Han Fei Zi pada tahun 231 SM ke Negeri Qin, ingin menjadikan Negeri Qin yang jaya serta mengasihi rakyat. Tetapi karena Han Fei Zi dianggap sebagai pesaing yang mana justru akan membahayakan kedudukannya, maka Han Fei Zi pun disingkirkan. Namun justru masa keruntuhan Dinasti Qin akan segera tiba karena ulah tingkah Li Si, yang walaupun  secara cepat sukses memperoleh kekuasaan, akan tetapi ingkar dari jalan suci, sehingga justru mempercepat keruntuhan Dinasti Qin.
Pada tahun pemerintahan Raja Ying Zheng ke-20 (tahun 227 SM), Raja Negeri Yan mengutus Jing Ke 荆轲 untuk mempersembahkan peta wilayah kekuasaan Negeri Yan, sebagai tanda takluk kepada Negeri Qin. Sesungguhnya Jing Ke adalah pembunuh yang dibekali oleh belati baja ampuh. Saat itu Raja Ying Zheng lari terbirit-birit menghindari serangan dari pembunuh, sementara pedang panjang yang dikenakannya sukar dicabut dari sarungnya. Berkat nasehat seorang abda dalam yang bernama Zhao Gao , yang berteriak, “Raja, cabut pedang dari belakang”, maka Raja Ying Zheng pun berhasil menghunus pedang dan membunuh Jing Ke. Atas jasanya yang menasehati Raja Ying Zheng, maka Zhao Gao pun diangkat sebagai Kasim yang sangat dekat dengan Raja.
Saat Raja Ying Zheng berhasil menaklukkan Negeri Zhao dan mengadakan perayaan pesta kemenangan di istana Negeri Zhao, terdapat seorang penari cantik yang bernama Hu Ji (Gadis Hu). Dengan keindahan tarian dan merdunya suara nyanyian Hu Ji, Raja Ying Zheng jadi tergoda. Selanjutnya Hu Ji diangkat selir dan melahirkan anak Hu Hai 胡亥 (yang kelak menjabat kaisar dengan gelar Qin Er Shi 秦二世).
Raja Ying Zheng pada pemerintahan tahun ke-26 (tahun 221 SM) memimpin pasukan memasuki ibukota negeri Qi , tanpa perlawanan yang berarti, maka Negeri Qi pun jatuh. Dengan demikian Raja Ying Zheng telah berhasil menundukkan keenam negeri yang lain, dan menyatukan semua wilayah kekuasaan ke Negeri Qin. Selanjutnya berdirilah Dinasti Qin (tahun 221 – 206 SM) dan mengangkat dirinya sebagai Qin Shi Huang 秦始皇, yang artinya Maharaja/Kaisar Pemula Dinasti Qin. Dengan harapan keturunannya kelak dikemudian hari akan naik tahta bergelar Qin Er Shi 秦二世 (kaisar generasi kedua Qin), Qin San Shi 秦三世 (kaisar generasi ketiga Qin) dan seterusnya hingga ribuan generasi.
Qin Shi Huang tidak menyadari bahwa kehancuran Dinasti Qin justru ditangan orang-orang terdekatnya. Dikatakan dalam sejarah, kehancuran Dinasti Qin disebabkan oleh tiga orang, yaitu Perdana Menteri Li Si, Kasim Zhao Gao, dan Putera Kedua Hu Hai.
Sebagai pimpinan tertinggi dari Negara Kesatuan, Qin Shi Huang mengkonsentrasikan pasukan infantri dan kavaleri di Ibukota Xian Yang 咸阳. Beliau juga mengumpulkan semua senjata dan peralatan perang, kemudian dilebur menjadi 12 buah patung perunggu yang amat besar. Rakyat di rumah tidak boleh memiliki senjata, termasuk pisau dapur. Setiap 5 keluarga hanya boleh menggunakan pisau dapur umum yang diikat tali dan tergantung di depan rumah. Qin Shi Huang juga menstandarisasikan unit mata uang, satuan takaran, ukuran, dan timbangan. Ia juga menggali Kanal Ling dan Kanal Zheng Guo, menghubungkan saluran air baik di utara maupun selatan, membangun tembok raksasa dari Lin Tao di barat hingga Liao Dong di timur. Hal ini dikarenakan sesuai dengan ramalan yang diperoleh. Karena Qin Shi Huang sangat percaya kepada ramalan, agar memperoleh kesaktian dan obat panjang umur, dikirimlah utusan ke berbagai daerah guna mencari obat sakti panjang umur, hidup awet muda.
Pada tahun keenam setelah Dinasti Qin berdiri (tahun 216 SM), seorang pertapa bernama Lu Sheng 盧生 kembali dari pertapaan dan mengabarkan ramalan perihal runtuhnya Dinasti Qin di tangan Hu . Qin Shi Huang salah mengartikan isi ramalan tersebut. Dikiranya orang Hu, suku bangsa normaden di wilayah utara. Maka diutuslah Jendral Meng Tian 蒙恬 memimpin 300.000 pasukan, mengadakan ekspansi ke utara, termasuk wilayah Monggolia dan mengadakan pembunuhan massal.
Dan pada tahun 213 SM membangun Tembok Raksasa. Atas prakarsa Li Si, perdana menteri yang takut kedudukannya terancam, karena banyaknya cendekiawan yang mengajukan petisi guna memperbaiki kehidupan rakyat dan agar penguasa kembali menempuh Jalan Suci. Para cendekiawan dan kaum terpelajar dianggap sebagai manusia yang tidak produktif, sehingga banyak yang dihukum buang sebagai pekerja pembangunan Tembok Raksasa. Kemudian diadakan pembakaran Kitab-kitab Suci Agama Ru (Khonghucu), yang mana menimbulkan protes. Akhirnya 460 Cendekiawan Ru dikubur hidup-hidup diluar Kota Xian Yang. Dalam sejarah dikenal sebagai Pembakaran Kitab dan Penguburan Cendekiawan Ru (Khonghucu), Fen Shu Keng Ru 坑儒.
Untuk mempublikasikan prestasi dan menunjukkan kekuasaannya, setiap dua tahun, Kaisar Qin Shi Huang melakukan perjalanan inspeksi keliling negeri, membangun prasasti-prasasti perjalanan, dimana diiringi oleh para pejabat dan pengawal bersenjata lengkap. Tahun 210 SM bulan ke-sepuluh, Kaisar Qin Shi Huang memimpin ribuan pejabat dan dikawal pasukan lengkap meninggalkan Ibukota Xian Yang. Beliau melakukan inspeksi keliling negeri untuk kelima kalinya. Dan kali ini tidak kembali lagi. Karena Qin Shi Huang wafat di Sha Qiu 沙丘.
Dalam surat wasiat tertulis bahwa Putra Sulung Fu Su yang berhak menggantikannya. Tetapi Kasim Zhao Gao berkonspirasi dengan Selir Kesayangan Baginda, Hu Ji, dan didukung Perdana Menteri Li Si, memalsukan surat wasiat yang mengharuskan Putera Mahkota Fu Su dan Jendral Meng Tian bunuh diri dan mengangkat Putra Kedua Hu Hai naik tahta.
Hu Hai naik tahta dengan gelar Qin Er Shi (Kaisar Generasi Kedua Dinasti Qin). Ia adalah kaisar yang lalim dan bodoh, selain berusia muda, juga tidak berpengetahuan, tidak berpendirian, dan tidak dapat mengambil keputusan. Ia mempercayakan semua urusan negara kepada Li Si dan Zhao Gao. Banyak menteri dan kerabat kerajaan terbunuh, tak terkecuali Li Si, akhirnya disingkirkan dengan cara memaksanya bunuh diri.
Zhao Gao semakin merajalela menguasai istana dan sekaligus pemerintahan. Suatu hari Zhao Gao membawa seekor rusa dihadiahkan kepada Er Shi. Er Shi dengan girang menyambut dan berkata rusa yang lucu, tetapi Zhao Gao dengan wajah serius menegur Er Shi dan mengatakan bahwa ini bukanlah rusa, melainkan kuda. Ketika ditanyakan kepada para menteri dan pejabat, semua menjawab kuda. Zhao Gao pun nampak puas karena semua menteri dan pejabat adalah “Yes Men” yang mendukung apa yang dikatakannya. Sementara Qin Er Shi makin tidak berdaya. Dalam sejarah terkenal dengan sebutan Zhi Lu Wei Ma 指鹿为马 (Menyebut rusa sebagai kuda).
Keadaan di luar makin kacau, negeri-negeri yang pernah ditundukkan Qin Shi Huang mulai mengadakan pemberontakan. Qin Er Shi hanya bertahta 3 tahun (tahun 209 – 207 SM). Ia akhirnya dibunuh oleh orang-orang suruhan Zhao Gao yang khawatir dirinya akan dilenyapkan karena tidak bertanggungjawab dan mempermainkan kekuasaan.
Sebagai penggantinya diangkatlah keponakan Er Shi yang bernama Zi Ying 子嬰. Namun saat Zi Ying belum sempat naik tahta dan belum memiliki gelar, Ibukota Xian Yang telah diduduki oleh Liu Bang 刘邦. Selanjutnya Xiang Yu 項羽 memasuki Kota Xian Yang dan membunuh Zi Ying, serta membakar istana, api berkobar selama 3 bulan. Hancurlah Dinasti Qin.


----- selesai -----