Selasa, 11 Januari 2011

HAKEKAT MAKNA PERINGATAN ZHONG QIU JIE


Oleh: Ws. Darmadi Slamet B. Sc.

Peringatan Zhong Qiu Jie telah menjadi suatu peristiwa yang menyertai umat Khonghucu maupun warga Tionghoa di seluruh dunia. Setiap tanggal 15 bulan VIII Imlek adalah saat purnama yang terindah bagi penduduk yang mendiami daerah subtropis belahan bumi bagian utara. Saat cuaca baik dan bulan sangat cemerlang, terutama masyarakat pedesaan yang bercocok tanam dalam suasana riang gembira karena berada di tengah musim panen, yang mana dihayati sebagai saat-saat yang penuh berkah Tuhan Yang Maha Esa lewat bumi yang memberi hasil berbagai biji-bijian dan buah-buahan sebagai bahan pangan, sandang, dan papan. Oleh karenanya dilakukan sembahyang kepada Fu De Zheng Shen (Malaikat Bumi), suatu sebutan yang diberikan oleh Nabi Yi Yin pada jaman Dinasti Shang (1766 – 1122 SM).

Untuk saat ini Zhong Qiu Jie lebih dikenal sebagai perayaan dengan semaraknya kue bulan dengan berbagai bentuk dan citra rasa. Sesungguhnya sembahyang dan perayaan Zhong Qiu Jie memiliki makna yang lebih luas dan sejarah perkembangan yang cukup lama, yang diawali sejak zaman Kaisar Kuning / Huang Di memerintah (2698 – 2598 SM), yang mana dapat kita telusuri dalam kidung rohani Tian Bao (Tuhan Melindungi). Dalam sanjak yang terdapat bait Yue Ci Zheng Shang, Shang adalah salah satu dari empat sembahyang besar kepada Tuhan Yang Maha Esa yang jatuh pada Dinasti Zhou (1122 – 255 SM),  dirayakan pula Festival Panen Gandum (Harvest Festival). Sedangkan kue bulan berkaitan dengan perjuangan Bangsa Han dalam perjuangan melawan Suku Mongolia dalam menggulingkan Dinasti Yuan, yang dipimpin oleh Jendral Guo Zi Sing, yang gugur dalam medan perang. Perjuangan diteruskan oleh Chu Yuan Chang (1328 – 1398). Dalam pertempuran terakhir untuk memberikan perintah rahasia dan menyatukan komando, digunakan sarana kue kering bulat yang menjadi bekal pangan kering bagi orang yang berpergian saat itu, di dalamnya disisipkan petunjuk bagi segenap pejuang di empat penjuru tanah air, semacam selebaran sehingga luput dari perhatian para tentara Dinasti Yuan, yang walaupun telah mengadakan pengawasan ketat dan penggeledahan. Segenap rakyat dan para pejuang yang telah menerima perintah rahasia tersebut bergerak serentak. Akhirnya berhasil menggulingkan Raja Mongolia dan Zhu Yuan Zhang mendirikan Dinasti Ming (1368 – 1643). Guna menyampaikan puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa maka dipersembahkan kue kering bulat yang belakangan lebih dikenal sebagai Zhong Qiu Yue Bing / Kue Bulan, yang dari hari ke hari berkembang dalam bentuk dan citra rasa, terutama disesuaikan dengan keadaan setempat. Disamping itu rakyat bersuka-ria dengan memasang lampion di masing-masing rumah, sehingga juga dikenal dengan istilah Festival Lampion. Pada malam Zhong Qiu Jie banyak orang berlalu-lalang di jalanan untuk menonton keramaian, selain gemerlapnya sinar lampu lampion berhias juga berbagai atraksi kesenian, yang mana adalah saat bagi umat untuk saling berkunjung dan saling bermaaf-maafan antara satu sama lain. Terutama bagi muda-mudi banyak yang berhias diri dan berbondong-bondong menuju tempat keramaian. Secara tidak sengaja banyak diantara mereka yang menemukan jodoh dan menuju jenjang perkawinan yang bahagia. Maka berkembanglah mitos bahwa saat Zhong Qiu adalah saat yang tepat guna menemukan perjodohan, karena saat itu muncul Chang’e, Dewi Bulan yang berwujud gadis belia yang cantik, yang mana menggoda para pemuda untuk mencari pasangan hidup, dan juga merupakan pemunculan dari Yue Xia Lao Ren, Dewa Perjodohan yang datang ke bumi untuk merestui dan mempererat tali perjodohan pasangan muda-mudi. Maka berkembanglah kebudayaan atau kebiasaan Bao Xiu Qiu, yaitu para gadis yang ingin mendapatkan jodohnya dengan mempersiapkan bola bersulam indah dan berdiri di atas loteng. Saat ia memandang ke arah kerumunan pemuda, bila ada yang berkenan di hatinya maka dilemparkanlah bola sulaman tersebut kepada pemuda idamannya, bagi pemuda yang beruntung menerima bola sulaman perjodohan tersebut lalu menghampiri sang gadis. Demikianlah terjadi tali perjodohan oleh Yue Xia Lao Ren, yang merupakan tradisi turun-temurun yang oleh kita yang hidup di jaman sekarang terasa aneh atau tidak masuk akal. Namun ini adalah suatu peristiwa di masa lampau yang telah jadi tradisi, dan saat ini tak jarang pula banyak yang mengikutinya, terbukti mereka hidup bahagia sampai beranak-cucu. Maka saat Zhong Qiu diyakini sebagai saat yang tepat perpaduan unsur Yin dan Yang yang merupakan perpaduan dua unsur positif dan negatif yang merupakan kesatuan dan keharmonisan, yang mana pada saat tersebut, matahari, bumi, dan bulan berada pada kedudukan yang serasi dan harmonis, sehingga diyakini ada sinar pancaran dan aura Qi yang terbaik, dengan demikian doa tulus dari orang tua bagi anaknya dipercaya akan memperoleh berkah dan karunia sehingga memperoleh hasil yang terbaik. Dalam kehidupan sehari-hari, suami istri dapat mempererat rasa cinta kasih yang terjalin, mewujudkan keluarga harmonis, sebagai insan hidup dalam kebajikan mengemban Firman Tuhan.

Jadi pada hakekatnya, Sembahyang Zhong Qiu dan segenap perayaan yang menyertainya adalah merupakan ibadah suci umat manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan ibadah klasik sejak jaman Kaisar Kuning / Huang Di (2698 – 2598 SM), sebagai kaisar peletak dasar kebudayaan Tionghoa, terus berlangsung hingga sekarang yang memiliki pesan-pesan dan makna spiritual yang sakral dan harmonis agar umat manusia dapat hidup tentram damai mengemban Firman Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar