Selasa, 11 Januari 2011

SATYA DAN TEPASARIRA


Genta sebagai lambang Agama Khonghucu, seringkali dihiasi dengan kata satya dan tepasarira, yang mana adalah intisari dari ajaran Nabi Kong Zi.
Hal tersebut dapat diketahui dari percakapan Nabi Kong Zi kepada para murid-muridnya. Nabi bersabda: Can, ketahuilah Jalan Suciku itu satu, tetapi menembusi semuanya. Zeng Zi pun menjawab, “Benar, Guru”. Setelah Nabi berlalu, murid-murid lain bertanya, ”Apakah maksud kata-kata tadi?” Zeng Zi pun menjawab: Jalan Suci Guru itu tidak lebih dan tidak kurang ialah satya dan tepasarira (Kitab Sabda Suci jilid IV ayat 15).
Ajaran satya dan tepasarira disebut oleh Nabi Kong Zi sebagai Jalan Suci yang satu menembusi semuanya, karena ajaran ini: Zhong yaitu mengatur hubungan vertikal manusia kepada Tuhan Khaliknya, Sang Pencipta alam dan seisinya. Oleh karena itu manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan, wajib satya kepada Tuhan dengan sepenuh iman yakin dan percaya kepada Tuhan, tegakkan Firman Tuhan, dan gemilangkan kebajikan yang bercahaya. Shu yaitu hubungan yang horisontal dengan alam, segenap mahluk termasuk pula manusia. Oleh karena itu perlu sikap tepasarira kepada sesama manusia selaku mahluk sosial yang hidup dalam lingkungan, termasuk pula berbangsa dan bernegara.
Untuk berlaku satya terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan melaksanakan Firman-Nya, menggemilangkan kebajikan yang bercahaya daripada-Nya, kita beroleh berkah dan karunia dalam menjalani hidup ini dan berlaku tepasarira dalam pergaulan dan tingkah laku sehari-hari, saling kerjasama, saling bantu-membantu dalam lingkungan masyarakat. “Ada karunia pemberian Tuhan dan ada karunia pemberian manusia. Cinta kasih, kebenaran, satya, dapat dipercaya, dan gemar akan kebaikan dengan tidak merasa jemu, itulah karunia pemberian Tuhan. Sedangkan kedudukan pangeran, menteri dan pembesar itulah karunia pemberian manusia. Orang jaman dahulu membina karunia pemberian Tuhan, kemudian memperoleh karunia pemberian manusia. Orang jaman sekarang membina karunia pemberian Tuhan untuk mendapatkan karunia pemberian manusia. Setelah memperoleh karunia pemberian manusia, lalu dibuanglah karunia pemberian Tuhan. Sungguh tersesatlah jalan pikirannya, karena akhirnya ia akan kehilangan semua (Kitab Meng Zi jilid VI A ayat 16).
Manusia hidup di dunia wajib satya kepada Tuhan dan tepasarira kepada sesama dengan menjalankan Firman Tuhan dan kembangkan benih-benih kebajikan yang ada pada setiap insan, yang mana sesungguhnya adalah Karunia Tuhan kepada setiap manusia. Maka seseorang yang memiliki kebajikan besar niscaya mendapat kedudukan, mendapat berkah, mendapat nama/prestasi, dan dikarunia panjang usia. Demikianlah Tuhan menjadikan segenap wujud masing-masing selalu dibantu sesuai sifatnya. Kepada pohon yang semi bertunas dibantu tumbuh, sementara kepada yang condong dibantu roboh (Kitab Tengah Sempurna bab XVI ayat 2, 3).
Kalau memeriksa diri ternyata penuh iman, sesungguhnya tiada kebahagiaan yang lebih besar daripada kejadian yang menyenangkan apapun di dunia ini, sebab berbagai kejadian adalah awal bahagia ataupun awal malapetaka. Semua tergantung pada sikap dan perbuatan. suka duka datang silih berganti. Kadang kala kita sampai lupa diri karena dikuasai oleh nafsu-nafsu, berbagai godaan yang timbul dari luar juga memberikan pengaruh buruk apabila kita ingkar dari Jalan Suci. Apa yang kita anggap baik belum tentu dapat ditrima oleh orang lain. Belum tentu orang lain juga mengganggap baik, apalagi ukuran benar dan salah sungguh merupakan hal yang amat sulit untuk ditentukan. Maka perlu pertimbangan dengan seksama. Sebagaimana murid Nabi Kong Zi yang bernama Zi Gong suatu hari bertanya kepada Nabi Kong Zi: “Adakah satu kata yang boleh menjadi pedoman sepanjang hidup?” Nabi bersabda itulah tepa sarira. Apa yang diri sendiri tidak kehendaki, janganlah perlakukan kepada orang lain (Kitab Sabda Suci jilid XV ayat 24). Untuk terlaksana hubungan yang harmonis satu sama lain maka manusia wajib tepasarira, dengan demikian ketentraman bermasyarakat akan terpelihara
Adanya hidup manusia tidak lepas daripada alam dan lingkungan yang menjadi pendukung kehidupannya. Oleh karena itu manusia wajib menyayangi dan memiliki rasa tanggung jawab untuk melestarikan alam selaku lingkungan hidup. Untuk melaksanakan semua itu wajib berpegang pada prinsip satya dan tepasarira. Satya pada Tuhan dan tepasarira kepada sesama manusia dan lingkungan alam semesta.

S e l e s a i

Tidak ada komentar:

Posting Komentar