Selasa, 11 Januari 2011

Xi Men Bao Menyaksikan Malaikat Sungai Menikah


西
XI
MEN
BAO
GUAN
HE
BO
QU
FU
Oleh: Ws. Darmadi Slamet B. Sc.


Umat Khonghucu selain menyampaikan hormat dan sesajian dalam upacara sembahyang kepada Tuhan, Nabi, dan leluhur, juga kepada SHEN MING 神明 (Malaikat), yang mana sesuai dengan kebiasaan/tradisi setempat, sejak jaman dahulu hingga sekarang. Hal tersebut dapat dilihat pada Kitab Sabda Suci. Nabi membicarakan tentang TIONG KIONG, “Anak lembu belang bila berwarna merah mulus dan bertanduk lurus, biar orang tidak mau menggunakannya untuk korban sembahyang (karena keturunan sapi pembajak sawah), kiranya malaikat gunung dan malaikat sungai tidak akan menyia-nyiakannya” (Sabda Suci Jilid VI ayat 6).

WEI WEN HOU 魏文侯 (403 – 396 SM) adalah Pembesar Negeri JIN yang memisahkan diri dan mendirikan Negeri WEI , yang mana memperoleh pengakuan atau pengesahan dari Raja Dinasti ZHOU , yaitu ZHOU WEI LIE WANG  周威烈王 (425 – 402 SM). WEI WEN HOU adalah seorang Raja Muda yang bijaksana, yang mana Beliau adalah murid dari Perguruan ZI XIA 子夏 (Murid Nabi KONG ZI 孔子). Pada tahun 401 SM, ia mengutus Jendral XI MEN BAO 西门豹 untuk menjaga Kota YE DU 邺都, tapal batas Negeri WEI.

Ketika XI MEN BAO sampai di Kota YE DU, nampak suasana kota yang sepi dari kehidupan, jalan-jalan sunyi dan penduduk sedikit. Maka ia pun menemui para tetua dan memperoleh jawaban bahwa dalam waktu dekat akan ada Upacara Pernikahan Malaikat Sungai. Penduduk banyak yang terpaksa mengungsi. ZHANG SHUI 漳水 yang mengalir melalui Kota YE DU, dijaga oleh Malaikat Sungai yang setiap tahun menikahi seorang gadis. Kalau upacara pernikahan dan sesajian telah disampaikan, maka untuk tahun berjalan akan memperoleh curah hujan cukup dan panen berlimpah. Sebaliknya bila tanpa persembahan yang memadai, maka Malaikat Sungai jadi murka dan timbul bencana, banjir bandang yang akan menenggelamkan sawah, ladang, dan rumah penduduk, bahkan merenggut korban jiwa.

XI MEN BAO bertanya, “Siapakah yang memulai ide dan pelaksanaan upacara demikian?” Dijawab bahwa ini adalah perintah Sang Dukun. Penduduk takut bencana dan kutukan, maka tidak ada yang berani menolak. Semua menurutinya, termasuk pejabat setempat. Setiap tahun penduduk mengumpulkan perak puluhan ribu tail. Penggunaan biaya upacara 20 – 30%, sisanya dibagi-bagi antara pejabat, dukun, dan para pengikutnya, bahkan bupati yang turun tangan langsung. Setiap tahun seusai masa tanam, maka dukun, bupati, dan para pengikutnya keliling wilayah mengumpulkan dana dan mencari anak gadis yang cantik belia untuk dijadikan “pengantin” bagi Malaikat Sungai. Bila yang terpilih kebetulan memiliki uang, ia boleh menolak, yaitu dengan uang dapat menebus kembali anak gadisnya. Sedangkan bagi keluarga miskin dan tidak mampu, terpaksa harus merelakan anak gadisnya untuk dikorbankan. Ranjang pengantin yang berisikan gadis pengantin diletakkan di atas rakit yang dihias serta dilengkapi berbagai sesajian, kemudian dilarungkan ke sungai, mengikuti aliran sungai sampai tenggelam. Banyak keluarga yang merasa berat dengan pungutan biaya upacara. Apalagi yang memiliki gadis belia, terpaksa mengungsi, sehingga wilayah tersebut sekarang sepi penduduk.

XI MEN BAO bertanya lebih lanjut, “Apakah wilayah ini acapkali diterjang banjir?” Tetua menjawab, “Penduduk percaya bahwa persembahan korban upacara sembahyang telah dilakukan, maka terhindar dari kutukan Malaikat Sungai. Sesungguhnya sebagian besar wilayah berada di ketinggian, jadi kemungkinan kecil diterjang banjir. Justru yang terjadi adalah kekeringan di musim panas dan musim gugur”. XI MEN BAO pun mengucapkan terima kasih dan pamit kepada Para Tetua serta berpesan agar diberitahu saat Malaikat Sungai menikah, sehingga berkenan menyaksikan.

Tiba saatnya. Tetua menyampaikan laporan. Maka XI MEN BAO selaku Gubernur YE DU turut hadir dalam upacara sembahyang. Dari kejauhan nampak dukun, yang ternyata adalah seorang nenek tua, diiringi oleh dua puluhan gadis belia serta pembawa sesajian, dan juga gadis pengantin yang digotong di atas tandu dengan wajah sedih dan dibentak oleh para pengawal, dukun, dan pejabat yang ikut dalam rombongan.

XI MEN BAO pun mendekati gadis pengantin dan berkata kepada para hadirin yang mencapai ribuan orang, karena penduduk yang mengungsi banyak yang pulang ikut menyaksikan ramainya Upacara Pernikahan Malaikat Sungai. “Hai Dukun Nenek Tua! Untuk Calon Pengantin Malaikat Sungai tentunya harus yang cantik. Gadis ini walaupun telah dihias dan mengenakan gaun pengantin bersulam, tetap saja buruk rupa. Sebaiknya Anda pergi melapor ke Malaikat Sungai bahwa pengantin akan diantar kelak kemudian hari’. Lalu diperintahkan kepada prajurit pengawalnya untuk menangkap Dukun Nenek Tua dan dilemparkan ke dalam sungai. Segenap hadirin tampak keheranan dan suasana ramai hiruk pikuk seketika berubah menjadi sunyi senyap. Tak lama kemudian XI MEN BAO pun berkata, “Dasar Nenek Tua tidak gesit, tidak bisa bekerja”. Ditangkap lagi seorang gadis pengikut dukun agar pergi menyusul dan dilemparkan ke sungai. Tak lama kemudian satu orang lagi, sampai tiga gadis pengikut dukun telah dilemparkan ke sungai. XI MEN BAO pun berkata, “Dasar anak perempuan, tidak bisa bekerja, tidak dapat menyampaikan pesan dengan baik. Sebaiknya kalian tiga petugas pengumpul dana yang pergi”. Maka pengawal pun menangkap ketiganya dan dilemparkan ke sungai. Sejenak kemudian XI MEN BAO berkata lagi, “Hai Kalian Pejabat Setempat, ternyata anak buah Kalian tidak becus. Sebaiknya Kalian yang pergi menghadap Malaikat Sungai!” Para Pejabat jadi pucat pasi dan gemetaran. Kalau pada masa-masa yang silam, mereka jadi bangga dan angkuh karena memperoleh pemasukan yang lumayan dan juga tempat VIP dalam Upacara Pernikahan Malaikat Sungai. Kini jiwanya terancam. Mereka pun serentak berlutut dan membenturkan dahinya ke tanah sampai berdarah-darah guna mohon ampun.

XI MEN BAO pun berkata, “Sejak saat ini, barang siapa berani menyelenggarakan Upacara Pernikahan Malaikat Sungai, yang merupakan ajaran sesat dengan mengorbankan jiwa manusia, akan dihukum sebagai utusan menemui Malaikat Sungai”. Maka penduduk pun menjadi senang, berbondong-bondong kembali tinggal menetap di YE DU. XI MEN BAO pun menyelenggarakan upacara sembahyang yang benar, sesuai dengan tata agama dan tata ibadah, serta menggerakkan penduduk guna membangun saluran air sebanyak 12 buah. Selain mencegah banjir, juga berfungsi sebagai irigasi, sehingga mendatangkan hasil panen yang berlimpah dan kemakmuran di daerah YE DU.

Selesai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar