Selasa, 11 Januari 2011

JING HAO PENG – SEMBAHYANG REBUTAN


Oleh: Ws. Darmadi Slamet B.Sc.

Setiap tahun di akhir bulan VII Imlek, umat Khonghucu mengadakan upacara Jing Hao Peng – Sembahyang Rebutan. Secara etimologi, Jing Hao Peng, yang terdiri atas kata Jing berarti menghormati, sedangkan Hao Peng atau lengkapnya Hao Peng You artinya sahabat baik, suatu istilah atau sebutan bagi para arwah. Ritual tersebut lazim disebut King Ho Peng (Lafal Hokkian), atau Sembahyang Rebutan yang menjadi sebutan yang populer karena suatu ketika saat usai memanjatkan doa, para arwah merasuki tubuh umat yang bersembahyang, serentak memperebutkan sesajian yang ada. Jing Hao Peng sangat erat kaitannya dengan upacara sembahyang Zhong Yuan atau Qi Yue Ban. (Bulan VII : 15 Imlek)

Sebagaimana kita ketahui, ritual tentang hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam dibagi atas Shang Yuan, Zhong Yuan, Xia Yuan.

  1. Shang Yuan adalah hari yang menyatakan sifat Maha Kasih, Maha Sempurna Tuhan sebagai Khalik Alam Semesta, dirayakan pada saat malam purnama bulan I Imlek yang lazim disebut Cap Go Meh (Malam tanggal 15) atau Yuan Xiau. Maka saat Yuan Xiau adalah saat suci bagi umat Khonghucu dipenuhi suasana bahagia dan gembira melakukan sujud ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa.

  1. Zhong Yuan dirayakan pada saat purnama bulan ke VII (Qi Yue Ban VII : 15). Saat pertengahan tahun berjalan, kasih Tuhan menjelmakan manusia melalui ayah-bunda leluhur. Maka sebagai pernyataan syukur kepada Tuhan, pada saat Zhong Yuan dilaksanakan sembahyang pada leluhur, bukan saja kepada leluhur sendiri, tetapi juga kepada para arwah segenap insan yang telah mendahului, terutama bagi mereka yang tidak memiliki ahli waris, karena sudah selayaknya dikenang dan diberikan penghormatan. Maka pada akhir bulan VII dilakukan sembahyang Jing Hao Peng atau sembahyang besar bagi ketentraman arwah umum.

  1. Xia Yuan dirayakan pada saat purnama bulan ke X Imlek dengan melakukan sembahyang besar ke hadapan Malaikat Bumi Fu De Zheng Shen, Lambang Semesta Alam ciptaan Tuhan yang mana patut dimuliakan serta memperoleh peneguhan iman agar senantiasa menjaga kelestarian alam dan lingkungan.

Jing Hao Peng atau Sembahyang Rebutan memiliki peran dan arti yang berbeda dengan Sembahyang Qi Yue Ban atau Zhong Yuan Jie (Bulan VII tanggal 15 Imlek) yang mana pada hari tersebut dilakukan upacara pada masing-masing keluarga guna menyampaikan penghormatan dan sesajian terutama bagi leluhur masing-masing, dilakukan di masing-masing rumah atau Kelenteng Keluarga, sedangkan Jing Hao Peng atau Sembahyang Rebutan yang dilakukan pada hari terakhir bulan VII Imlek lebih ditekankan pada arwah umum. Menurut kepercayaan dan tradisi yang berkembang bahwa tiap tahun bulan VII adalah saat terbukanya Pintu Neraka (Gui Men Guan). Para arwah terutama arwah penasaran banyak yang datang ke dunia guna memperoleh bantuan manusia guna meringankan dosa-dosanya sehingga mendapatkan tempat yang layak bagi peristirahatan yang tentram. Oleh karena itu serangkaian ritual sembahyang Jing Hao Peng juga disebut Gui Hun Jie, bertujuan menjauhkan umat manusia dari malapetaka godaan setan, nafsu-nafsu iblis, bukanlah menjalin kerjasama atau kolusi dengan arwah gentayangan guna mencapai sesuatu, terutama diluar kategori akal sehat.

Sabda Suci jilid XI ayat 12
Kwi-Lo bertanya bagaimana cara mengabdi kepada para Rokh. Nabi bersabda, ”Sebelum mengabdi kepada manusia, betapa dapat mengabdi kepada para Rokh?” Murid memberanikan diri bertanya hal setelah orang mati. Nabi bersabda, “Sebelum mengenal hidup, betapa mengenal hal setelah mati?”

Nabi telah mengajarkan kepada kita agar hidup ini berarti dan nyata, bukan suatu yang khayal, atau sia-sia berangan-angan kosong atau mimpi di siang bolong. Hendaknya kita sadari bahwa manusia difirmankan Tuhan Yang Maha Esa hidup dan dihadirkan di dunia ini lewat ayah-bunda dan leluhurnya, manusia mengemban tanggung jawab suci sebagai pengemban firman Tuhan. Tanggung jawab suci itulah menegakkan nilai-nilai luhur kemanusiaannya, gemilangkan kebajikan yang bercahaya itu, menerangi hati sanubari sehingga pikiran jernih dan batin bersih sebagaimana yang terkandung dalam watak sejati manusia, diamalkan dengan tindakan yang nyata berguna bagi bangsa dan tanah air, menjadi insan yang satya dan dapat dipercaya sebagai mahluk ciptaan Tuhan dalam melaksanakan Firman-Nya dengan mengasihi tepasarira kepada sesama manusia, menyayangi sesama mahluk dan bertanggung jawab menjaga dan merawat kelestarian lingkungan hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar