Selasa, 11 Januari 2011

HARI GENTA ROHANI


Oleh: Ws. Darmadi Slamet B.Sc.


Setiap tanggal 22 Desember, kita peringati hari Genta Rohani yang disebut juga sembahyang DONG ZHI. Kaum awam menyebutnya sembahyang ronde, karena sesajian utama adalah ronde. Untuk keperluan sembahyang ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, disiapkanlah sesajian ronde 3 mangkuk. Setiap mangkuk terdiri atas 12 butir ronde kecil, separuh berwarna putih (warna asli tepung) dan separuh berwarna merah (atau coklat dari gula aren), dan terdapat satu butir ronde dengan ukuran lebih besar berwarna merah. Keduabelas ronde kecil dapat diartikan sebagai jumlah waktu perjalanan 12 bulan (bulan dalam peredarannya mengelilingi bumi) dan satu ronde besar melambangkan bumi mengelilingi matahari selama satu tahun lamanya. Sedangkan warna merah dan putih melambangkan YIN dan YANG, perpaduan dua unsur yang akan mewujudkan kehidupan yang harmonis. Dengan bentuk yang bulat melambangkan kesempurnaan hidup, bahan dari tepung ketan yang liat melambangkan bahwa kehidupan harus dijalani dengan penuh keuletan dan kelenturan.

Peribadatan disamping perwujudan ritual dengan sembahyang dan sesajian, hendaknya diikutsertakan juga penghayatan makna suci dan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari.

Hari DONG ZHI adalah salah satu hari sembahyang empat musim (YUE, CI, ZHENG, CHANG) yang telah ada sejak Dinasti XIA (2205 – 1766 SM). Hari DONG ZHI ialah hari saat matahari berkedudukan tepat di atas garis balik 23½º Lintang Selatan, yang mana bertepatan dengan tanggal 22 desember. Pada jaman Dinasti ZHOU (1122 SM – 255 M) dianggap sebagai patokan perhitungan tibanya tahun  baru. Karena pada saat itu di belahan bumi utara mempunyai waktu siang hari paling pendek dan malam hari paling panjang. Pada daerah-daerah belahan bumi bagian utara yang beriklim sub-tropis dan dingin, dengan berlalunya DONG ZHI, letak matahari mulai balik ke utara, siang hari mulai panjang dan malam hari kian pendek, sekalipun masih dalam musim dingin, sampai matahari melewati garis khatulistiwa tibalah musim dingin.

Pada saat DONG ZHI, raja muda-raja muda mengadakan upacara sembahyang besar yang dinamai JIAO, yang dilakukan di hadapan sebuah altar yang dibangun di alun-alun Selatan untuk mengucap puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan setiap lima tahun sekali, Kaisar sendiri langsung memimpin upacara sembahyang yang disebut TEE.

Pada jaman Dinasti HAN (206 SM – 220 M), sistim penanggalan diubah menjadi XIA LI, tepatnya pada tahun 104 SM, dalam masa pemerintahan HAN WU DI (140 – 86 SM). Berdasarkan Sabda Nabi KONG ZI dalam LUN YU XV Ayat 11, sebagai jawaban atas pertanyaan murid Beliau, YAN YUAN, yang bertanya tentang pemerintahan, Nabi KONG ZI bersabda, “Pakailah penanggalan Dinasti XIA, upacara Sembahyang DONG ZHI tetap dilaksanakan sebagaimana sediakala”.

Bagi umat Khonghucu, Hari DONG ZHI memiliki makna suci karena selain sembahyang ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, juga merupakan peringatan atas peristiwa penting yang disebut Hari MU DUO atau Hari Genta Rohani. MU DUO dalam pengertian umum adalah lonceng atau genta yang berlidah kayu. Digoyangkan genta berlidah kayu di istana sebagai tanda akan diumumkan maklumat Kaisar/Raja (LI JI XII : 13)

Tiap tahun pada permulaan musim semi, para utusan yang membawa MU DUO (Genta logam yang berlidah kayu) berkeliling sepanjang jalan dan berseru, ”Para pejabat, kamu wajib mampu langsung mempersiapkan petunjuk-petunjukmu. Kamu para pekerja hendaklah segera menyiapkan peralatan untuk pekerjaan-pekerjaan” (SHU JING III XIA SHU IV : II Ayat 3).

Mengapa Nabi KONG ZI disebut sebagai MU DUO?
Ketika Nabi KONG ZI berusia 56 tahun, Beliau saat itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman dan merangkap sebagai Perdana Menteri Negeri LU saat pemerintahan Raja muda LU DING GONG. Karena Raja ingkar dari jalan suci, maka Nabi KONG ZI meninggalkan Negeri LU, tanah tumpah darah yang dicintainya, meninggalkan kedudukan mulia, meninggalkan segala yang dimilikinya, dan mulai mengembara dari satu negeri ke negeri lainnya selama kurang lebih 13 tahun lamanya, guna menebarkan ajaran-ajaran-Nya agar umat manusia kembali ke jalan suci, yang mana membangkitkan kembali/ penyempurnaan RU JIAO bagi umat manusia/insan di dunia. Hal tersebut dilakukan karena saat Beliau mengabdikan diri pada pemerintahan Raja Muda LU DING GONG pada tahun ke-12, beliau memulai penataan pemerintahan. Dalam waktu 3 bulan, nampak kemajuan yang amat besar. Ketertiban dan kemakmuran dapat dirasakan segenap rakyat. Bahkan rakyat dari empat penjuru datang menghampiri Beliau, yang dianggap sebagai suri teladan dalam membimbing umat manusia. Negeri JI yang mengetahui keadaan tersebut, amatlah risau, maka dikirimlah 80 orang gadis belia penari cantik ke Negeri LU, dan menjerumuskan Raja Muda LU DING GONG dalam kenikmatan duniawi, karena tiap hari berpesta pora tanpa mengingat kedudukannya sebagi Raja Muda memimpin rakyat. Bahkan tiga hari berturut-turut meniadakan sidang di istana, apalagi sembahyang DONG ZHI, kewajiban umat manusia untuk mengucap puji syukur atas segala karunia Tuhan Yang Maha Esa. Maka Nabi KONG ZI pun meninggalkan Negeri LU. (Sabda Suci XVIII Ayat 4)

Dalam perjalanan dari Negeri LU ke Negeri WEI, Nabi KONG ZI dan murid-muridnya melewati Negeri YI. Penjaga tapal batas Negeri YI mencegat rombongan perjalanan tersebut dan berkata, “Setiap ada seorang susilawan yang lewat di sini, aku tidak pernah tidak menemuinya”. Setelah keluar usai pertemuan, penjaga tapal batas Negeri YI berseru kepada segenap orang, “Saudara-saudaraku, mengapa kalian nampak bermuram durja karena kehilangan kedudukan? Sudah lama dunia ingkar dari jalan suci. Kini Tuhan telah menjadikan Guru (Nabi KONG ZI) sebagai MU DUO” (LUN YU III : 24).

Dalam perjalanan selaku utusan Tuhan pembawa MU DUO mewartakan kebenaran dan membimbing umat manusia, Nabi KONG ZI pun tak luput dari berbagai rintangan, antara lain ketika akan dicelakai oleh SUMA HUAN DUI. Nabi bersabda, “TIAN telah menyalakan kebajikan dalam diriku. Apa yang dapat dilakukan SUMA HUAN DUI atas diriku?” (LUN YU VII : 23).

Suatu ketika, ketika Nabi KONG ZI berada di Negeri KUANG, karena wajah Beliau mirip dengan YANG HU, salah satu pembesar dari keluarga bangsawan JI yang amat sewenang-wenang dan berbuat kejam terhadap penduduk Negeri KUANG, maka Nabi KONG ZI pun dikelilingi oleh penduduk Negeri KUANG yang hendak membalas dendam dengan cara amuk massa. Nabi KONG ZI dengan tenang meyakinkan murid-murid dan pengikutnya, serta bersabda, “Sepeninggal Raja WEN, bukankah kitab-kitabnya aku yang mewarisi? Bila Tuhan Yang Maha Esa hendak memusnahkan kitab-kitab itu, aku sebagai orang yang lebih kemudian tidak akan memperolehnya. Bila Tuhan tidak hendak memusnahkan kitab-kitab itu, apa yang dapat dilakukan orang-orang Negeri KUANG atas diriku?” (LUN YU IX : 5).

Bagi seorang umat Khonghucu, di dalam diri Nabi KONG ZI membawakan suri teladan menempuh jalan suci, menegakkan firman Tuhan, menggemilangkan kebajikan yang bercahaya menyinari kehidupan manusia agar mampu mengamalkan ajaran Beliau dengan sebaik-baiknya, karena Beliaulah pemimpin rohani, sebagai utusan pembawa MU DUO/Genta Rohani yang mewartakan firman Tuhan agar manusia dapat hidup menempuh jalan suci. Sesuai kodrat manusia selaku mahluk sosial ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, menjalani kehidupan ini selaku mahluk sosial yang bergaul dengan sesama manusia. Untuk itu berkembanglah benih-benih kebajikan karunia Tuhan Yang Maha Esa, cinta kasih dan kebenaran, sebagai modal dasar, dilandasi dengan susila dan bijaksana, hingga perilaku dapat dipercaya, yang mana membuat manusia dapat mendiami rumah sentosa, aman, tentram, damai, sejahtera, sebagai sahabat sejati sesama manusia mengagungkan Tuhan, menyayangi sesama mahluk, dan menjaga serta bertanggung jawab terhadap alam dan lingkungan hidup dari generasi ke generasi, berkembang menuju taraf penghidupan yang lebih baik dan mencapai kebahagiaan dengan sepenuh iman mengikuti bimbingan dan suri teladan Nabi KONG ZI di dalam membangun kehidupan yang dilandasi oleh benih-benih kebajikan sebagai mahkluk sosial ciptaan Tuhan, hidup mengemban firman Tuhan.

Oleh karena itu umat Khonghucu beriman dan meyakini Nabi KONG ZI ialah MU DUO Tuhan Yang Maha Esa sebagai utusan pembawa Genta Rohani mewartakan firman Tuhan, seorang ZHI SHENG (Nabi Agung), yang telah melanjutkan tugas-tugas para nabi purba, menyempurnakan segenap warisan kebudayaan dan perbuatan luhur dan melestarikan dengan penyempurnaan kitab-kitab suci untuk diteruskan kepada generasi penerus sebagai pembimbing hidup manusia untuk membina diri, menempuh jalan suci.

Untuk itulah Nabi KONG ZI dilambangkan sebagai MU DUO/Genta Rohani, dengan tulisan ZHONG SHU, di dalamnya, kadangkala adapula di dalam gambar genta diberi lukisan QI LIN, karena QI LIN adalah mahluk suci yang menyertai kehidupan Nabi KONG ZI di dunia, yang muncul menjelang kelahiran dan wafat Nabi KONG ZI. QI LIN bertubuh sebagai rusa, berekor bagai ekor lembu, berkuku bagai kuku kuda, bertanduk tunggal, dan berbulu menyerupai daun atau sisik berwarna hijau terang. QI LIN melambangkan cinta kasih dan kemuliaan yang mana membawakan perdamaian bagi umat manusia. Pada masa agama Khonghucu mengalami perlakuan yang kurang adil, karena adanya tekanan dari berbagai pihak, guna mengantisipasi hal-hal buruk tersebut, maka lambang MU DUO/Genta Rohani tetap tidak berubah, hanya bagian dalam kata ZHONG SHU atau QI LIN diganti dengan simbol bintang, yang mana sesungguhnya tidaklah menyerupai arti makna serta nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Untuk saat ini lambang Genta Rohani atau MU DUO, di dalamnya terdapat tulisan ZHONG SHU. Mengapa diberi tulisan ZHONG SHU? Dalam kitab Sabda Suci Jilid IV Ayat 15 tertulis, Nabi KONG ZI bersabda, “CAN, ketahuilah jalan suciku itu satu, tetapi menembusi semuanya”. ZENG ZI menjawab, “Benar Guru”. Setelah Nabi KONG ZI berlalu, murid-murid lain bertanya, “Apakah maksud kata-kata tadi?” ZENG ZI menjawab, “Jalan suci Nabi KONG ZI tidak lebih dan tidak kurang ialah ZHONG SHU (satya dan tepasarira)”.

Jadi Nabi KONG ZI dilambangkan sebagai MU DUO, genta logam dengan lidah kayu sebagai pemukulnya, dengan tulisan ZHONG SHU di dalamnya, yang mana merupakan intisari ajaran Nabi KONG ZI. Jalan suci itu satu tapi menembusi semuanya.

YI YI GUAN ZHI
Pada jaman Kaisar Kuning atau HUANG DI (2698 – 2596 SM), dipergunakan sebagai alat memanggil rakyat untuk bersembahyang kepada Tuhan. Pada jaman ZHOU WEN WANG dan Dinasti ZHOU (1122 – 255 SM), genta disahkan penggunaannya sebagai isyarat panggilan beribadat ke hadirat Tuhan Yang maha Esa di BEI TANG/Aula utara (tempat peribadatan untuk Tuhan). Nabi KONG ZI bukan pembawa genta raja, melainkan pembawa genta Tuhan untuk mengajak umat manusia menempuh jalan suci sesuai firman Tuhan dengan bimbingan-bimbingan melalui ajaran-ajarannya.

Tak mengurangi makna penting Hari Genta Rohani, 22 Desember, DONG ZHI, suatu peristiwa penting yang patut juga diperingati yaitu hari wafatnya MENG ZI, yang kembali ke haribaan Tuhan Yang Maha Esa tepat saat hari DONG ZHI tahun 289 SM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar